Pasokan Batubara Terkendala Banjir, Ketersediaan Listrik Jamali Terancam Merosot

oleh -128 views

JAKARTA I GlobalEnergi.co – Bencana banjir yang merendam sejumlah wilayah di Kalimantan, terutama Kalimantan Selatan (Kalsel) berdampak terhadap pasokan listrik. Banjir di daerah penghasil utama batubara itu membuat ketersediaan listrik sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merosot.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, batubara menjadi energi primer utama penghasil listrik. Di sistem Jawa-Madura dan Bali (Jamali) misalnya, dari rata-rata beban puncak 25 Gigawatt (GW), batubara berkontribusi terhadap 16 GW atau sekitar 65% kebutuhan listrik saat beban puncak.

Masalahnya, bencana banjir di Kalimantan dan faktor cuaca seperti curah hujan yang sangat tinggi mempengaruhi pasokan batubara pada awal tahun ini. Rida bilang, hambatan terjadi mulai dari hulu pada produksi pertambangan, pengangkutan, pengapalan, hingga saat bongkar muat.

Saat ini, kata Rida, pemerintah terus berupaya memastikan pasokan batubara ke pembangkit listrik tenaga uap tetap terjaga di tengah kendala cuaca ekstrem yang melanda wilayah Indonesia.

“Karena ada banjir di lokasi tambang, jalan rusak, sampai ke pelabuhan karena ada ombak tinggi, maka izin berlayarnya ditahan, itu men-delay semua suplainya. Secara keseluruhan itu memperlambat waktu kedatangan batu bara, yang tadinya biasanya dari Kalimantan ke Jawa 4 hari sekarang bisa mundur 7 hari atau bisa lebih dari seminggu,” kata Rida dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (27/1/2021).

Akibat keterlambatan pengiriman, stok batubara di sejumlah PLTU di Jawa-Madura-Bali (Jamali) terus menipis dan berada di bawah batas normal 15 hari dengan berbagai status, mulai dari siaga, darurat, hingga kritis. Sekitar 12 gigawatt (GW) PLTU, cadangan operasinya berada di bawah 10 hari.

Dengan kondisi ini, menurut Rida, cadangan daya atau reserve margin sistem kelistrikan di Jamali berada di bawah normal, yakni hanya sekitar 10—11 persen per 25 Januari 2021.

Beban puncak di sistem Jamali rata-rata sebesar 25 GW. Dari jumlah tersebut, 65 persen atau sekitar 16 GW dikontribusikan dari PLTU, baik yang dikelola oleh PT PLN (Persero) maupun produsen listrik swasta (independent power producer/IPP).

Ia memberikan gambaran, dalam kondisi normal, pasokan batubara dari Kalimantan bisa tiba di PLTU yang berlokasi di Jawa dalam waktu 4 hari. Saat ini, pengiriman bisa tertunda menjadi 7 hari, bahkan lebih.

“Secara keseluruhan akan memperlambat waktu pasokan batubara, yang biasanya 4 hari, saat ini bisa mundur jadi 7 hari atau lebih dari seminggu. Itu yang membuat stok di PLTU tergerus,” terang Rida.

Oleh sebab itu, kondisi stok batubara pada sejumlah PLTU bergeser dari yang semula normal menjadi siaga, dan ada yang masuk ke kondisi darurat. Terlebih, kondisi batubara yang basah juga berpengaruh terhadap kualitas pembakaran PLTU dalam menghasilkan listrik.

“Dari hulu sampai ke titik pembakaran, semuanya berdampak pada berkurangnya stockpile,” sambung Rida.

Akibatnya, kondisi ketersediaan listrik pun menurun. Untuk sistem Jamali, dalam kondisi normal reserve margin yang dimiliki berkisar di angka 30%. Namun per 25 Januari 2021, reserve margin-nya anjlok menjadi sekitar 10%.

Dengan kondisi itu, sistem Jamali yang sebelumnya oversupply, sekarang tak lagi memegang status tersebut. “25 Januari kemarin, itu reserve margin Jamali 10%-11%, itu buat kita normal lah, artinya tidak oversupply,” kata Rida.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa terdapat sekitar 12 GW PLTU dengan ketersediaan batubara di bawah 10 hari. Dengan pertimbangan teknis dan keamanan, PLTU akan berhenti saat stok sudah menipis hingga 3-4 hari.

“Nggak akan kita paksakan sampai habis, karena ada faktor teknis dan keamanan. Jadi masih ada ruang 10 hari ke 3 hari untuk menaikkan reserve margin, sudah diidentifikasi,” kata Rida.
Untuk menjaga pasokan listrik, Kementerian ESDM pun telah menggelar rapat dengan PT PLN (Persero), pembangkit listrik swasta (IPP) dan perusahaan pemasok batubara.
Paling tidak, ada enam strategi untuk menjaga ketersediaan listrik di tengah stok batubara yang menipis di PLTU :

Pertama, secara operasional tetap menjaga realiability PLTU.
Kedua, pemerintah meminta IPP yang memiliki stockpile batubara lebih banyak dari PLN untuk bisa memaksimalkan produksinya. Asal tahu saja, ketersediaan batubara PLTU IPP berkisar di level 20-30 hari, sedangkan PLTU PLN hanya 15 hari.

Ketiga, mengoptimalkan stok. Artinya, mengatur produksi listrik berdasarkan ketersediaan stockpile masing-masing PLTU.

Keempat, mengganti pengiriman batubara dari tongkang menjadi vessel atau kapal yang bisa memuat batubara lebih banyak.

“Satu tongkang muat 7.000 ton, sementara kapal 60.000-an ton. Selain itu, batubara nggak kehujanan. Masalahnya, tidak semua pelabuhan bisa disandari kapal itu, sangat kasuistik. Untuk beberapa tempat bisa menjadi opsi,” terang Rida.

Kelima, menggeser jadwal perawatan pembangkit. “Artinya, tidak ada pengurangan kapasitas pasokan listrik dari PLTU akibat operasi maintenance,” imbuhnya.

Keenam, jika stok batubara sudah kritis secara serentak dan kapasitas PLTU berkurang, maka PLN diminta untuk memaksimalkan penggunaan gas dalam menghasilkan listrik. Lalu, jika gas sudah mencapai puncak kapasitasnya dan tidak bisa memenuhi demand, maka kebutuhan listrik akan dipenuhi melalui Bahan Bakar Minyak (BBM).

“Kalau gas mentok sampai habis kapasitasnya, masih kurang untuk memenuhi demand, dengan sangat terpaksa kita bakar BBM. Terpaksa, karena BBM termahal dan meningkatkan biaya pengadaan” terang Rida.
Stok Lima Hari ke Depan
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyampaikan, berdasarkan rapat terakhir bersama PLN, pasokan batubara tersedia untuk 5 hari ke depan.

Ridwan pun sudah melakukan pertemuan dengan PLN dan 54 perusahaan pemasok batubara. “Mereka sudah menyatakan komitmennya akan memenuhi kewajiban sesuai dengan kesepakatan dan pada waktu yang disepakati,” tutur Ridwan.

Saat ini, terdapat empat perusahaan tambang yang terdampak oleh banjir di Kalimantan Selatan. Mereka adalah PT Prolindo, PT Binuang Mitra Bersama, PT Bhumi Rantau Energi dan PT Arutmin Indonesia.

Saat pasokan dari Kalsel tersendat, Ridwan memastikan ketersediaan batubara akan dipasok dari daerah lain. “Sudah kita identifikasi, ketika Kalsel terkendala, ada (pasokan) dari Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan,” kata Ridwan.jef,agk,ktn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.