Pengamat: Pencampuran Pertamax-Bioetanol Tidak Tepat, Harga Lebih Mahal

oleh -58 views


JAKARTA I GlobalEnergi.co – Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencampurkan bioetanol atau bahan bakar nabati dengan Pertamax atau BBM dengan kadar RON 92 dinilai tidak tepat. Hal ini menyebabkan jatuhnya harga BBM menjadi lebih mahal.

Hal itu ditegaskan pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi dikutip kompas.com, Selasa (21/2/2023).

Fahmy menilai, pencampuran 5 persen bioetanol ke BBM Pertamax pada dasarnya menyumbang hanya sedikit pada pengurangan emisi CO2.

“Upaya blending atau pencampuran, apakah untuk BBM jenis Pertamax atau Pertalite dengan bietanol tidak tepat sama sekali. Karena untuk menggunakan BBM (bersih), kadarnya hanya 5 persen, menurut saya sisanya masih kotor,” ujarnya.

Di sisi lain, Fahmy menilai blending bioetanol dengan Pertamax, hanya akan membuat harga BBM mengalami kenaikan. Misalkan, jika blending dilakukan pada Pertalite, dari harga Rp 10.000 per liter menjadi Rp 12.000 per liter.

“Dengan blending itu harganya kan jadi lebih mahal, karena untuk Pertalite yang harga Rp 10.000, dengan blending itu menjadi Rp 12.000. Dengan begitu, nanti subsidinya jadi naik, begitu juga dengan Pertamax,” lanjutnya.

Dia menuturkan, dari pengalaman sebelumnya untuk BBM jenis Premium juga dilakukan blending. Upaya menaikkan kualitas BBM melalui blending dinilai hanya akan menambah biaya, namun hasil yang diharapkan tidak signifikan.

“Ini biayanya akan lebih mahal dan tidak ada harga preferensi, atau berapa harga sebenarnya. Jadi kalau Pertamax dicampur bioetanol, akan kesulitan mendapat berapa harga sebenarnya,” kata Fahmi.

Fahmi menjelaskan, pengembangan bioetanol 100 persen, lebih efektif daripada 5 persen. Namun demikian, kendala yang terjadi adalah penguasaan teknologi yang masih belum memumpuni.

“Lebih baik bioetanol 100 persen, lebih efektif, atau bioetanol yang dikembangkan secara invovatif dikembangkan sebagai BBM yang bersih. Tapi memang pengalaman di Biodiesel baru sampai B35, untuk mencapai B100 butuh teknologi,” ujarnya.

“Indonesia harus kerja sama dengan negara lain, jadi lebih baik mengembangkan bioetanol menjadi BBM bersih lingkungan, daripada mencampur dengan Pertamax,” katanya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menyebutkan, pihaknya berencana untuk mencampur Bioetanol dengan Pertamax. Hal ini dilakukan mengingat komponen harga pembentuk Pertamax sama dengan Bioetanol. Di sisi lain, akan ada harga tambahan yang dibebankan. jef

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.