Pensiun Dini PLTU Mulai Dilakukan

oleh -114 views


Pemerintah memiliki target ambisius untuk mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Pemerintah menargetkan sebesar 9,2 Giga Watt (GW) PLTU akan dihentikan lebih awal sebelum 2030. Sebagai langkah awal yang akan mempensiunkan dini PLTU pertama jatuh pada PLTU PLTU Cirebon-1 dengan kapasitas 660 megawatt (MW) di Jawa Barat. Kebutuhan dananya diperkirakan antara 230 juta dollar AS hingga 300 juta dollar AS atau setara Rp 3,56 triliun hingga Rp 4,65 triliun.

Sebelumnya (sebagai informasi), Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Dalam aturan itu diatur mengenai pelarangan pembangunan PLTU batu bara yang baru.

Di Ayat 4 disebut, pengembangan PLTU baru dilarang kecuali untuk (a) PLTU yang telah ditetapkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini, atau (b) PLTU yang memenuhi persyaratan.

Selama 10 tahun ke depan PLTU batu bara yang sudah ada juga diharuskan mengurangi gas rumah kaca minimal 35%, sejak PLTU beroperasi dibandingkan dengan rata-rata emisi PLTU di Indonesia pada tahun 2021 melalui pengembangan teknologi, carbon offset, dan/atau bauran energi terbarukan, dan Beroperasi paling lama sampai dengan tahun 2050.

Pertanyaannya, jika benar RI mau mempensiunkan 9,2 GW PLTU, lantas pembangkit apa yang akan menjadi penggantinya? Apakah penggantinya sudah siap? Memang kita hingga saat ini terus bergerak untuk mengembangkan energy baru dan terbarukan (EBT). Hanya hingga kini perjalanan EBT tidak begitu menggembirakan. Masih belum memenuhi target dalam capaiannya.

Pembagian pendanaan untuk transisi energi harus seimbang antara untuk pensiun dini PLTU dan investasi pembangunan sumber energi baru terbarukan (EBT). Dari sisi investasi EBT itu juga membutuhkan dana yang tidak kecil, jadi, jangan habis semua untuk pensiun dini PLTU karena nilainya disebut sebagai overvalue, terlalu jumbo untuk membayar satu pensiun dini PLTU.

Memang, pemrintah mempunyai rencana penghentian PLTU ini guna mencapai tujuan ekonomi rendah karbon dan net zero emission atau netral karbon di mana Indonesia menargetkan bisa mencapai netral karbon pada 2060 atau lebih cepat.

Di sini diperlukan kemitraan yang diharapkan mampu memenuhi komitmen Indonesia dalam mereduksi emisi gas rumah kaca sesuai Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 sebesar 29% dari Business as Usual (BAU) dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan bantuan internasional.

Pertanyaan lanjutannya? Pendanaan dalam program pensiun dini PLTU batu bara masih overvalue atau terlalu besar.

Karena itu pembagian pendanaan untuk transisi energi harus seimbang antara untuk pensiun dini PLTU dan investasi pembangunan sumber EBT. Mengapa? Karena investasi EBT itu juga membutuhkan dana yang tidak kecil. Jadi untuk pensiun dini PLTU harus benar-benar diperhitungkan. Terutama pensiun dini berikutnya. Kalau sudah siap, barui dilaksanakan, sehingga tidak menggangu produksi listrik.

Program pensiun dini PLTU sendiri seluruhnya diproyeksikan hingga 2050. Lagi-lagi bagaimana capaiannya nantinya pada 2050. Itu yang menjadi pertanyaan kita semua. Pasalnya, semuanya itu dibutuhkan dana yang menurut Center for Global Sustainability University of Maryland memperkirakan kebutuhan dana yang perlu diamankan PLN mencapai 32,1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 475,4 triliun. Nilai yang besar tentunya.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.