Menunggu RUU EBT

oleh -148 views

Badan Energi Internasional (IEA) memperkirakan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) bakal mencetak rekor baru pada tahun ini (2022), dipimpin oleh energi surya di China dan Eropa. Berdasarkan data yang mereka miliki 320 gigawatt (GW) EBT akan terpasang tahun ini. Jumlah ini setara dengan seluruh permintaan listrik Jerman atau total pembangkit listrik Uni Eropa dari gas alam.

Dari jumlah itu, energi surya akan menyumbang 60 persen dari pertumbuhan energi terbarukan pada 2022. Kapasitas energi terbarukan tambahan untuk 2022 dan 2023 disebut berpotensi secara signifikan mengurangi ketergantungan Uni Eropa pada gas Rusia di sektor listrik.

Menarik untuk mkita kupas kenyataan ini. Sejumlah negara, khususnya Eropa benar-benar merasakan bagaimana mahalnya energi fosil, terutama gas setelah terjadi perang Rusia-Ukraina. Sejumlah negara semakin sadar akan ketahanan energinya. Terutama di saat-saat melonjaknya harga energi fosil seperti sekarang ini.

Kesadaran ini sudah barang tentu menjadi pemikiran banyak negara. Mereka terus berfikir untuk menjadi energi yang ada pada negara itu. Terutama sinar matahari untuk dijadikan energy atau EBT. Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Bagi Indonesia untuk menggejot EBT merupakan hal harus dilakukan. Mengapa? Karena potensinya besar. Seperti Panas bumi, matahari, air hingga angina sangat besar. Hanya saja, sejumlah investor menunggu akan “lahirnya” UU EBT yang hingga kini masih belum disahkan.

Berbagai kalangan memperkirakan target bauran EBT hingga 23% pada 2025 akan molor dari jadwal. Memang pemerintah telah memiliki perencanaan yang matang. Hanya saja, hingga kini pada kenyataannya capaiannya masih di kisaran 11% – 12%. Masih cukup jauh. Padahal waktu yang ditergetkan sudah kurang 3 tahun.

Hingga saat ini, kontribusi penambahan kapasitas pembangkit EBT masih dipegang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Dalam perjalannya, PT PLN (Persero) telah memiliki daftar rencana untuk mencapai target dalam empat tahun mendatang. Akan tetapi, kendala di lapangan tidak dapat dihindarkan. Beberapa di antaranya kendala pada tahap negosiasi, tahapan lelang, maupun saat Contract Discussion Agreement (CDA).

Bahkan, rencana tersebut bisa saja tersangkut perkara perizinan hingga mengenai analisis dampak lingkungan (Amdal). Seperti diketahui, PLN menargetkan untuk membangun pembangkit EBT sebesar 10,6 Giga Watt (GW) hingga 2025 mendatang. Program ini dijalankan beriringan dengan program efisiensi PLTU untuk mendukung target bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 yang dicanangkan oleh pemerintah.

PLN bakal mulai menawarkan 21 proyek EBT pada tahun 2022 mendatang. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan, penawaran proyek EBT ini sebagai implementasi Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang telah diterbitkan sebelumnya.

Bertolak dari itu semua, agar investor tertarik unhtuk berinvestasi di sektor EBT Rancangan Undang-undang (RUU) energi baru terbarukan (EBT) mperlu segera diselesaikan untuk mendukung capaian yang akan dicapai oleh negara ini. Regulasi tersebut perlu segera dibahas agar fokus bidang EBT dapat dikebut.

RUU energi terbarukan perlu segera dibahas dan diselesaikan, agar fokus pada bidang energi baru terbarukan.

Hingga kini RUU EBT masih dalam pembahasan di DPR. Beberapa kalangan memproyeksikan aturan ini akan selesai 2022. Hanya saja, hingga kini gaungnya masig adem ayem saja.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.