Pasar mobil listrik di Indonesia bakal semakin semarak. Beberapa brand otomotif dari Korea Selatan serta Jepang mulai unjuk gigi memasarkan model-model andalannya untuk pasar dalam negeri.
Beberapa merek tersebut di antaranya ada Hyundai Ioniq, Toyota Lexus UX300e, Corolla Cross Hybrid, Corolla Altis Hybrid, Nissan Kicks e-Power dan Mitsubishi PHEV. Di luar kedua negara itu masih ada BMW yang bersiap memasarkan mobil listriknya di Indonesia tahun 2021n dengan jenis PHEV (Plug-in Hybrid Elecric Vehicle).
Bahkan kabar terbaru proyek pabrik mobil listrik yang dibangun Hyundai Group di Kota Deltamas, Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat siap-siap beroperasi. Targetnya, pengerjaan proyek pabrik ini tuntas per Juli 2021 mendatang dan bisa mulai produksi akhir tahun ini.
“Sudah hampir mencapai 90% dan akan selesai kurang lebih di bulan Juli ini di mana di akhir tahun ini kita sudah bisa mulai memproduksi,” kata Sales Director Hyundai Mobil Indonesia Erwin Djajadiputra dalam acara PLN ICE 2021, Senin (12/4/2021).
Seperti diketahui, Hyundai Group telah menggelontorkan investasi di Indonesia untuk membangun pabrik mobil listrik itu hingga sebesar 1,5 miliar dollar AS atau setara Rp 21,8 triliun. Rencananya, di pabrik itu nanti, Hyundai akan memproduksi kendaraan listrik (electric vehicle/EV), dan mobil lainnya jenis SUV kompak, MPV kompak, dan model sedan.
Kapasitas pabrik ini diproyeksi bisa mencapai 150.000 unit kendaraan per tahun dan diharapkan bisa meningkat hingga 250.000 unit kendaraan setiap tahunnya. Targetnya, selain memasok untuk pasar lokal Indonesia, produksi pabrik ini juga akan ditujukan ke pasar-pasar baru di kawasan ASEAN, seperti Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Filipina. Selama menunggu pabrik mobil itu jadi, Hyundai sendiri sudah memasarkan beberapa mobil listriknya seperti mobil listrik Ioniq dan Kona Electric.
Targetkan 600 Ribu Unit
Sementara itu, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Taufiek Bawazier mengatakan, pemerintah menargetkan pada 2030 produksi Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) roda 4 atau lebih hingga 600.000 unit per tahun dan sebanyak 2,45 juta unit per tahun untuk roda dua. “Pemerintah menargetkan produksi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai pada tahun 2030 sebesar 600 ribu unit untuk roda 4 atau lebih dan 2,45 juta unit untuk roda 2,” ujar Taufiek.
Target ini dibuat bukan tanpa dasar. Pemerintah ingin bisa ikut serta mengurangi emisi karbon yang merusak lingkungan. Target produksi KBLBB ambisius itu diyakini mampu mengurangi emisi Karbon Dioksida (CO2) yang dihasilkan kendaraan roda empat atau lebih hingga sebesar 2 juta ton dan sebesar 1 juta ton untuk roda dua.
Sejauh ini, sudah ada perusahaan industri dalam negeri yang membangun fasilitas KBLBB itu kategori bis dengan kapasitas sebesar 1.680 unit per tahun. Selain itu, untuk sepeda motor listrik sudah ada 21 pemain dengan kapasitas produksi sebanyak 1,04 juta unit per tahun.
Untuk mencapai target tadi, pemerintah mengeluarkan berbagai insentif bagi industri ini baik yang ditujukan buat pelaku industrinya maupun untuk konsumen. “Untuk perusahaan industri KBLBB bisa memanfaatkan berbagai insentif seperti tax holiday, tax allowance pembebasan bea masuk, bea masuk di tanggung pemerintah dan super tax deduction untuk kegiatan R&D (research and development) juga mendapatkan fasilitas tersebut,” paparnya.
Sedangkan untuk konsumen insentifnya berupa pembebasan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) 0%. “Dalam rangka mendorong industrialisasi KBLBB pemerintah memberikan berbagai insentif dan non fiskal yaitu untuk konsumen KBLBB berupa pengenaan PPNBM sebesar 0%,” katanya.
Ditambah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dari masing-masing daerah dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).”Pengenaan pajak daerah, PKB dan BBNKB paling tinggi sebesar 10% dari dasar pengenaan PKB atau BBNKB termasuk di DKI Jakarta sudah 0%. Uang muka minimum 0% dan suku bunga ringan,” tuturnya.
Ada juga diskon penyambungan daya listrik. “PLN memberikan kontribusi itu dan suku bunga ringan. Di sini sangat penting sekali untuk keberpihakan kita kepada konsumen dan juga untuk mensosialisasikan electric vehicle di Indonesia. Juga termasuk di dalamnya ada plat nomor khusus dan lain sebagainya,” imbuhnya.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, saat ini jumlah kendaraan listrik yang sudah terdaftar atau mendapat sertifikat persetujuan pendaftaran sampai Maret 2021 mencapai 3.641 unit.
“Saya ingin menyampaikan bahwa jumlah kendaraan listrik yang sudah terdaftar atau diberikan sertifikat persetujuan pendaftaran sampai dengan Maret 2021 adalah 3.641 unit,” katanya dalam webinar ITS Indonesia. Kamis (1/4/2021).
Rinciannya, untuk kendaraan roda empat sebanyak 521 unit, roda tiga 24 unit, roda dua 3.089 unit dan bus 7 unit.
Budi mengatakan, dalam rangka memenuhi persyaratan teknis dan kelayakan jalan kendaraan listrik, pihaknya juga mengeluarkan beberapa peraturan tentang uji kendaraan listrik berbasis baterai. Dia bilang, terkait infrastruktur untuk uji kendaraan, Kementerian Perhubungan ingin melibatkan swasta untuk membangun fasilitas uji proving ground yang sesuai dengan standar global dengan skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
“Dengan hadirnya fasilitas proving ground di Balai Pengujian Laik Jalan dan Sertifikasi Kendaraan Bermotor (BPLJSKB) diharapkan dapat mendorong berkembangnya industri otomotif dalam negeri khususnya kendaraan listrik dan meningkatkan daya saing produksi beserta basis pasar tidak hanya di Asia Tenggara, tetapi juga di internasional,” jelasnya.
Sejalan dengan itu, lanjut Budi, Kementerian Perhubungan dengan menyusun roadmap penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas pemerintah, bus dan angkutan di kawasan ibu kota maupun penyangganya.
“Selain itu, kami juga telah menyiapkan draft roadmap implementasi e-mobility program pada transportasi massal di Indonesia bersama dengan Bank Dunia yang akan dimulai di Bandung, Surabaya dan Medan sebagai pilotnya,” katanya.
Tantangan Pemasaran
Meski mobil listrik mulai memasuki era baru, pelaku industri otomotif menilai masih ada beberapa persoalan dalam memasarkan produk di dalam negeri. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) Kukuh Kumara mengatakan, masalah bahan bakar dan pengisian daya masih menjadi pertimbangan utama konsumen membeli mobil listrik.
Tak hanya itu, keberadaan mobil listrik menjadi kurang populer di masyarakat karena harga jualnya yang tinggi, kendati produk ini lebih ramah lingkungan. Menurut Kukuh, kebanyakan masyarakat Indonesia masih memilih dan membeli kendaraan dengan harga di bawah Rp 200 juta. Harga mobil listrik yang umumnya berharga di kisaran Rp 600 juta ke atas, akan sulit dilirik konsumen. Sebagai contoh, Hyundai Ioniq untuk yang kelas entry level dibanderol seharga Rp 624 juta per unit. Sedangkan Toyota Lexus UX300e dijual seharga Rp 1,24 miliar. “Orang membeli mobil masih fokus ke harga jual. Sementara kalau mobil listrik ini dijual 3-4 tahun mendatang, harga baterainya mungkin hampir separuh harga mobil,” ujar Kukuh saat dihubungi seperti dikutip Katadata.co.id
Berbeda dengan pasar mobil listrik di Tiongkok, yang separuh harganya disubsidi oleh pemerintah, sehingga penetrasi pasarnya lebih cepat.
Senada dengan Kukuh, Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto juga mengungkapkan, harga jual mobil listrik yang tinggi akan membuat konsumennya terbatas di kalangan tertentu. “Karena harga jual mobil listrik masih di kisaran Rp 700 juta, pasti volumenya sesuai dengan pasar di segmen tersebut,” kata Jongkie.
Meski begitu, dia optimistis volume penjualan mobil listrik ke depan akan semakin meningkat seiring banyaknya pemain. Kesiapan infrastruktur berupa stasiun pengisian (charging station) juga merupakan faktor penting untuk mendukung eksosistem.agung kusdyanto,djauhari effendi,dtc,kdt