Pada 2021, data Kementerian ESDM menunjukkan cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sebesar 3,95 miliar barel. Cadangan ini terdiri dari 2,25 miliar cadangan terbukti dan 1,7 miliar cadangan potensial. Di awal 2023 Pemerintah menemukan potensi minyak jumbo hingga 33 miliar barel di dua cekungan migas di Indonesia Timur, yakni cekungan Seram di Maluku, dan cekungan Warim, Papua. Cekungan Seram disebut memiliki potensi minyak sebesar 7.596 juta barel (MMBO) dan gas 13,69 triliun kaki kubik (TCF).
Sementara Cekungan Warim menyimpan potensi minyak 25.968 MMBO dan gas bumi 47,37 TCF. Eksplorasi dua cekungan di wilayah timur Indonesia itu merupakan bagian dari strategi jangka panjang peningkatan produksi migas nasional. Belum lagi potensi yang ada perairan lepas pantai Aceh.
Kalau berbicara potensi migas, rasanya kita tinggal ongkang-ongkang saja. Tidak perlu repot-repot lagi impor, khususnya minyak. Ini kalau potensi-potensi tersebut dapat kita eksplorasi. Untuk mencapai tahapan ini sudah barang tentu membutuhkan investasi yang tak sedikit. Termasuk di dalamnya teknologi yang mutakhir.
Berbicara investasi inilah yang titik krusial. Capaian investasi migas kita memang tak semudah membalikkan telapak tangan kita. Mari kita lihat capaian investasi migas pata triwulan pertama tahun 2023. Realisasi investasi sepanjang triwulan pertama 2023 sudah mencapai US$ 2,63 miliar atau setara dengan Rp 38,85 triliun (asumsi kurs Rp 14.773 per US$). Realisasi investasi itu sudah mencapai 16,9 persen dari target tahun ini yang dipatok sebesar US$ 15,54 miliar setara dengan Rp 229,57 triliun.
Sekali kita katakana bahwasanya usaha-usaha menarik investasi tersebut, terutama untuk eksplorasi sumur-sumur baru menjadi penting. Kita harus berani melakukan terobosan-terobosan untuk meningkatkan investasi ini. Indonesia harus melakukan revolusi dalam upaya mendongkrak investasi sektor migas. Dalam upaya mendongkrak daya saing investasi migas diperlukan langkah pemerintah untuk melakukan market survei terkait insentif hingga penawaran kontrak yang menarik bagi investor.
Terdapat sejumlah persoalan didalam uasaha-usaha menarik investasi sekltor migas ini. Sederet masalah masih dihadapi Indonesia dalam meningkatkan daya tarik investasi di hulu minyak dan gas bumi, seperti imbal hasil yang kurang menarik, ketidakpastian regulasi, hingga lamanya proses perizinan. Padahal, investasi di hulu migas sangat diharapkan untuk mendukung pemenuhan target produksi 1 juta barel minyak per hari dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada 2030.
Berdasarkan data IHS Market, tingkat pengembalian investasi (internal rate of return/IRR) eksplorasi migas paling berisiko di Indonesia tergolong rendah dan berada di bawah rata-rata IRR global yang sebesar 10,4 persen.
Juga demikian dengan kemudahan dalam menjalankan bisnis, termasuk dalam perizinan, juga perlu ditingkatkan. Perizinan, seperti terkait pembebasan lahan, analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) lainnya, agar dipercepat. Pasalnya, kendala-kendala seperti itu berpotensi membuat investasi batal masuk.
Bertolak pada kenyataan inilah, aspek hukum Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) agar segera diperjelas. Hal tersebut penting agar perusahaan-perusahaan besar migas mau berinvestasi di Indonesia. Terutama kapan UU Migas bisa diundangkan, supaya para investor memandangnya dengan terang benderang.*