JAKARTA I GlobalEnergi.co – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan volume bahan bakar nabati atau BBN jenis biodiesel pada 2021 sebesar 9,2 juta kilo liter (KL). Angkanya turun 400 ribu kilo liter dibandingkan tahun ini.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan penurunan itu seiring rendahnya realisasi penyaluran biodiesel tahun ini. Hingga akhir Desember, proyeksi realisasinya sebesar 8,5 juta kilo liter atau 88% dari target 9,6 juta kilo liter. Selain itu, beberapa badan usaha BBN mengalami gagal suplai dalam penyalurannya.
“Dampak pandemi masih akan berlanjut tahun depan,” kata Dadan dikutip dari situs Kementerian ESDM, Rabu (23/12/2020).
Terkait penyaluran di 2021, pemerintah telah menunjuk 20 badan usaha (BU) bahan bakar minyak (BBM) dan BBN sebagai pemasok biodiesel. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 252.K/10/MEM/2020 yang ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2020. Badan usaha pemasok biodiesel tersebut antara lain PT Wilmar Nabati Indonesia yang mendapatkan alokasi 1,37 juta kiloliter, diikuti PT Wilmar Bioenergi Indonesia 1,32 juta kiloliter. Kemudian, PT Musim Mas dan PT Cemerlang Energi Perkasa yang akan mendistribusikan biodiesel masing-masing sebesar 882 ribu kiloliter dan 483 ribu kiloliter.
Sebagai informasi, saat ini telah terdaftar 41 badan usaha BBN yang telah memiliki izin usaha niaga dengan total kapasitas 14,75 Juta kiloliter. Sebanyak 27 badan usaha masih aktif, sisanya tida aktif. Terdapat pula 1 badan usaha yang melakukan perluasan pabrik dengan kapasitas 478 ribu kiloliter. Lalu, tiga badan usaha BBN sedang melakukan pembangunan pabrik biodiesel baru dengan kapasitas total 1,57 juta kiloliter dan akan mengajuk izin usaha niaga pada tahun depan.
Pemerintah Ubah Skema Pungutan Ekspor CPO Pemerintah telah menerbitkan aturan baru mengenai pungutan ekspor kelapa sawit mentah atau CPO secara progresif. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai kebijakan pungutan ekspor akan memberikan kepastian keberlanjutan program biodiesel 30% (B30) pada tahun depan.
“(Program) B30 akan berlanjut dengan kenaikan pungutan ini,” kata Wakil Ketua Umum Gapki Togar Sitanggang pada 3 Desember lalu.
Pasar pun telah memastikan Indonesia akan memiliki serapan domestik sebesar 8 juta ton untuk program biodiesel pada 2021. Dengan demikian, pasokan dan permintaan bakal berada pada kondisi baik. Harganya akan ikut membaik. Sebelum aturan itu terbit, ada kekhawatiran mengenai keberlanjutan program biodiesel lantaran selisih harga antara CPO dan minyak solar semakin melebar. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sebagai pemberi dana pada program mandatori bauran biodiesel, dikhawatirkan akan mengalami defisit akibat selisih harga tersebut.
Gapki menghitung, BPDPKS membutuhkan dana sebesar Rp 4 triliun untuk mendukung program B30. Hal ini diperkirakan sulit di tengah kondisi ekspor yang melemah karena pandemi serta pungutan ekspor yang sebelumnya ditetapkan sebesar 55 dollar AS per ton.
“BPDPKS kemungkinan tidak punya cukup dana untuk mendukung program pada 2021,” kata dia.
Sebelumnya, Togar juga memberikan prediksi harga CPO pada 2021 melalui tiga skenario. Skenario pertama ialah bila B30 berlanjut, kisaran harga CPO berkisar 750 dollar AS – 850 dollar AS per ton. Sedangkan, harga CPO diperkirakan turun menjadi 600 dollar AS – 700 dollar AS per ton jika program yang berlanjut ialah B20. Ia juga menyusun skenario bila program mandatori biodiesel tidak berjalan pada 2021. Pada skenario ini, harga CPO akan anjlok mnejadi 400 dollar AS – 500 dollar AS per ton karena ada limpahan stok yang tak terserap oleh pasar. agk,kdt