JAKARTA I GlobalEnergi.co – Kementerian ESDM menyampaikan adanya kendala sosialisasi dan mekanisme distribusi yang mendorong munculnya isu kelangkaan elpiji tabung 3 kilogram (kg) di sejumlah daerah. Hal itu bermula dari kebijakan pemerintah yang mematok penyaluran elpiji bersubsidi kepada pengecer maksimal 20% sejak Maret 2023.
Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji mengaku, pemerintah kurang maksimal dalam mensosialisasikan informasi mengenai kebijakan tersebut. Masyarakat yang tidak mendapatkan elpiji 3 kg di pengecer harus menempuh jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan elpiji bersubsidi ke pangkalan resmi.
“Tampaknya ada sosialisasi yang kurang kencang, sehingga masyarakat harus ke pangkalan. Di daerah tertentu ini jadi masalah,” kata Tutuka di Kantor Kementerian ESDM, Senin (31/7/2023).
Tutuka mengatakan, kebijakan pengetatan distribusi bertujuan untuk menciptakan iklim penyaluran tepat sasaran. Dia optimistis, regulasi tersebut akan membuat penyaluran elpiji 3 kg lebih tepat sasaran kepada sektor rumah tangga kurang mampu sekaligus mencegah kebocoran elpiji bersubsidi ke rumah makan maupun restoran.
“Saat ini memang pengambilannya butuh waktu. Masyarakat jauh kalau harus ke pangkalan. Antre dan jadi susah. Kalau untuk tabungnya cukup. Ini persoalan distribusi,” ujar Tutuka.
Sidak Pertamina
Sementara Pertamina pada Minggu (30/7) menyidak ke stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE) di Pendungan, Denpasar. Dalam sidak tersebut, Perseroan menemukan nihilnya pasokan elpiji 3 kg di tingkat pengecer. Padahal, lokasi pengecer itu hanya berjarak 30 meter dari pangkalan resmi.
Menurut temuan sidak, pengecer tersebut mendapatkan suplai elpiji 3 kg dari pihak di luar pangkalan resmi. Hal tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan karena tiap pengecer harus mendapatkan stok elpiji 3 kg dari pangkalan resmi.
Perseroan mendesak proses penjualan elpiji 3 kg harus sesuai dengan alur distribusi agar menjaga harga jual sesuai dengan harga yang ditetapkan pemerintah daerah.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan pihaknya tidak segan untuk menindak agen dan pangkalan yang menjual elpiji subsidi 3 kg di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Tindakan tersebut dapat berupa pengurangan stok sampai penghentian suplai elpiji 3 kg.
“Secara sistem seharusnya pengecer mengambil dari pangkalan. Harganya juga sudah jelas, ada peraturannya di tiap-tiap daerah sudah ada. Untuk di Bali ini harganya Rp 18.000. Itulah yang harus diikuti agar ada jaminan suplai, agar ada jaminan harga sesuai aturan,” kata Nicke dalam siaran pers.
Pertamina melaporkan hitungan serapan elpiji bersubsidi 3 kg hingga akhir tahun ini akan berada di angka 8,22 juta metrik ton. Besaran tersebut lebih tinggi 2,7% dari alokasi kuota tahunan sejumlah 8 juta metrik ton. Lonjakan permintaan gas bersubsidi dilatarbelakangi oleh lebarnya disparitas harga jual antara elpiji tabung melon dan elpiji non subsidi yang menyentuh Rp 17.750 per kg.
Pertamina Patra Niaga melaporkan lonjakan konsumsi elpiji tahun ini telah terasa sejak Mei dengan kenaikan permintaan hingga 5% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.jef,agk