Berkah Sinar Listrik untuk ‘Sang Naga’ hingga Selada

oleh -756 views
Tanaman hedroponik selada di Green House Pusat Pelatihan Pertanian & Pedesaan Swadaya (P4S) Buana Lestari Wisata Edukasi Tani Terpadu Betet, Desa Betet, Kab. Nganjuk


Deretan tanaman sayur selada begitu kehijauan dan segar dengan ukuran hampir merata terlihat di Green House Pusat Pelatihan Pertanian & Pedesaan Swadaya (P4S) Buana Lestari Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet, Desa Betet, Kabupaten Nganjuk. Di wisata edukasi bidang pertanian ini memang sejak akhir tahun 2020 tengah mencoba pengembangkan sistem hidroponik dengan memanfaatkan sinar lampu UV.

SISTEM tanam hidroponik tersebut tercatat kali pertama diujicobakan di wilayah Jatim, khususnya Kabupaten Nganjuk. Dimana teknik hidroponik dengan memanfaatkan sinar lampu UV sebagai pengganti cahaya matahari di saat malam hari. Dan hasilnya ternyata membuat pertumbuhan tanaman lebih optimal. “Hal ini disebabkan tanaman akan tetap berfotosintesis dengan bantuan sinar lampu UV meskipun di malam hari,” tutur Asrori (37) fasilitator pertanian hidroponik kepada Global Energi, Rabu (27/1/2021).

Peluang usaha tersebut langsung ditangkap PLN UID Jatim yang memang tengah gencar mengembangkan program unggulannya electrifying agriculture dengan mengkolaborasikan program CSR ‘PLN Peduli’ ke berbagai sektor pertanian. Khusus program hidroponik di Kabupaten Nganjuk, PLN UID Jatim bekerja sama dengan P4S Buana Lestari.

Asrori menjelaskan, dengan sistem pengairan yang stabil dan penerangan dengan lampu UV ini, sayur organik selada dapat dipanen hanya dalam waktu 30-35 harian. Lebih cepat dari waktu normalnya selama 45 hari. Tak hanya itu, beratnya pun bisa mencapai 200-250 gram untuk setiap batang tanamannya. Lebih berat dari hidroponik biasa yang hanya mencapai 150 gram per batang tanamannya.

“Tapi yang perlu diperhatikan lampu LED yang dipakai sebaiknya bukan lampu LED sembarangan, tapi pilih lampu GROW LED yang asli untuk tanaman, sehingga harus lebih teliti dalam memilih jenis LED yang akan dipakai sebagai penyinaran tanaman hidroponik,“ kata Asrori, yang juga pengurus P4S Buana Lestari ini mengingatkan.

Sebab dari uji pengamatan penggunaan lampu GROW LED lebih mengarah pada warna merah dan biru yang merupakan warna-warna cahaya yang dibutuhkan tanaman pada saat melakukan fotosintesis pada warna merah dn biru, maka tanaman hijau akan menghasilkan zat hijau daun atau klorofil yang tinggi.

“Ada juga pemakaian lampu neon dan helogen, tapi hasil dari pencahayaan kurang bisa memaksimalkan pertumbuhan sayur,” katanya.

Selain itu, dalam pemakaian lampu GROW LED di samping lebih memaksimalkan hasil pertumbuhan, juga hemat energi dan ramah lingkungan serta yang pasti lebih tahan lama. Kesimpulan dari pengamatan dan uji bahwa yang disarankan penyinaran UV pada sayuran hodroponik yang ideal menggunakan lampu GROW LED warna merah biru yang mempunyai pencahayaan spektrum lengkap.

Seiring dengan hal tersebut, kata Asrori, dari segi kualitas, tanaman yang menggunakan sistem hidroponik dengan sinar lampu UV memiliki daun yang lebih cerah, segar, akar yang putih cerah dimana hal ini merupakan indikator kalau tanaman tersebut sehat.

Bukan hanya sekadar urban farming yang aplikatif dan menjadi solusi pertanian di lahan terbatas, terutama di daerah perkotaan, masih menurut Asrori, kalau ditilik aspek bisnis memberikan prospek yang menjanjikan. Investasi yang dikeluarkan tergantung dari skala yang dibutuhkan. Untuk skala kecil rumah tangga 40 lubang, investasi yang dikeluarkan untuk starter kit hidroponik dengan sinar lampu UV sekitar Rp 1,8 juta dengan biaya operasional setiap kali tanam hanya sebesar Rp 100 ribu. Berat hasil panen untuk setiap lubang berkisar di angka 200-250 gram. Artinya, untuk 40 lubang pelaku hidroponik dengan sinar lampu UV dapat memperoleh hasil kurang lebih 10 kg dalam satu kali masa panen dengan harga per kgnya dipasaran mencapai Rp 25.000.

“Sayuran kami pasarkan ke sejumlah supermarket. Dan responnya cukup baik karena lebih higienis,” katanya.

Jika proyek hidroponik ini berhasil, kata Asrori, tak menutup kemungkinan cara penyinaran lampu UV bisa diterapkan di usaha peternakan ayam. Fungsi sebagai lampu penghangat.”Cuma kami harus menunggu hasil penelitian dari universitas terlebih dulu apa ada dampaknya bagi hasil pertumbuhan ternak,” tuturnya.

Selain mengaliri listrik pada tanaman hidroponik sayuran selada, PLN ternyata cukup jeli melihat peluang menggarap sektor agrobinis di Jatim. Sasarannya pada pertanian buah naga di Banyuwangi, Jawa Timur yang menjadi produk unggulan bagi daerah tersebut. Penerangan lampu yang dilakukan PLN telah membantu inovasi petani yang semakin masif, sehingga membuat tingkat produktivitas hasil panen buah naga semakin tinggi dan menghasilkan panen sepanjang tahun.

“Latar belakang elektrifikasi pertanian buah naga ini guna meningkatkan produksi buah naga di luar musim panen,” kata General Manager PLN UID Jatim Nyoman S. Astawa.

Hingga 2020 terdapat 3.659 hektare ladang buah naga berlistrik yang produksinya mencapai 944.022 ton serta menyerap tenaga kerja sebanyak 9.720 orang. Program ini, menggunakan listrik sebagai pencahayaan buah naga, sehingga meningkatkan produksi buah tersebut. Saat ini produksi buah naga di Banyuwangi terbanyak ada di Kecamatan Jajag dan sejak adanya program ini, Paguyuban Buah Naga Banyuwangi yang pada tahun 2016 berjumlah 468 paguyupan, kini meningkat hingga mencapai 8.797 paguyuban.

Program ini juga memberikan dampak yang besar bagi penghasilan petani buah naga. Husnul Ibad, salah satu petani buah naga menuturkan, sebelum memakai lampu penghasilan untuk 3/4 hektare hanya mencapai Rp 150 juta tapi sekarang bisa berbunga di luar musim sehingga pendapatan bisa sekitar Rp 500 juta per tahunnya. “Alhamdulillah. Ini tentu sangat menguntungkan bagi petani buah naga dengan adanya aliran listrik,” kata Husnul.

Tak hanya itu, PLN UID Jatim melalui PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Pasuruan Jatim juga membantu petani bawang di Desa Curahsawo, Kraksaan, Kabupaten Probolinggo meningkatkan keuntungan dan hasil produksinya dengan mengembangkan metode bercocok tanam konvensional menjadi electrifying agriculture. Dengan electrifying agriculture menggantikan fungsi matahari di malam hari dengan memanfaatkan listrik sebagai pelindung tanaman dari hama sehingga bisa tetap produksi. Program mereka namakan “Sikat Libas” (Sinergi Kawasan Terang Listrik Bawang krakSaan).

Dalam program ini PLN memberikan kemudahan proses penyambungan listrik, mengedukasi simulasi tarif listrik serta manfaat yang didapatkan dengan menggunakan listrik dibandingkan dengan penggunaan captive power dan teknologi konvensional yang selama ini mereka pakai. Masdikun (55), salah satu petani bawang merah mengakui, dengan metode ditawarkan PLN Pasueuan membuat hasil bawang merah di Kabupaten Probolinggo lebih enak dan lebih gurih ketimbang bawang lainnya.

“Kalau kami biasa masak menggunakan 1.000 gram bawang merah biasa. Tapi dengan bawang Probolinggo hanya butuh 750 gram. Apalagi sejak beralih menggunakan listrik PLN, hasil produksi dapat meningkat, kami bisa bekerja di malam hari dengan penerangan PLN ditambah hama semakin berkurang,” katanya.

Sejak September 2020, tercatat sebanyak 10 petani bawang beralih menggunakan listrik dengan mendaftar daya 900 VA. Hasilnya dengan luas lahan satu ektare bisa menghemat Rp 110 juta. Bahkan dalam satu tahun bisa 4 kali tanam, maka dalam setahun bisa untung Rp 440 juta per hektare.

Hal sama juga dilakukan PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Madiun yang mendorong sektor pertanian di tengah pandemi Covid-19 melalui program Listrik Desa (Lissa). Program ini berupa dukungan penggunaan tenaga penggerak, pemanas dan pengolah mesin pertanian melalui layanan electrifying agriculture. Dari total luas sawah di Madiun kurang lebih 104.000 hektare, sedikitnya 32 persen sudah terlistrik PLN melalui program Lissa.

Integrasikan Pertanian-Wisata
Secara terpisah, Senior Manager General Affairs PLN UID Jawa Timur, A. Rasyid Naja mengatakan, PLN UID Jawa Timur memang mengkolaborasikan program electrifying agriculture dengan program CSR di berbagai sektor pertanian. Di antaranya listrik untuk sang naga, pengembangan hidroponik dengan sinar lampu UV di Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet, maupun program sumur listrik untuk pengairan ladang desa.

Listrik untuk sang naga sendiri, kata Rasyid, merupakan program electrifying agriculture yang memberikan kemudahan akses listrik kepada petani buah naga untuk mendorong peningkatan produktivitas tanaman buah naga. Program ini diimpelementasikan pertama kali di Kabupaten Banyuwangi dan sudah merambah di kabupaten lain di Provinsi Jawa Timur.

”Program ini berkolaborasi dengan Program CSR untuk mengintegrasikan sektor pertanian dan wisata edukasi buah naga di Kabupaten Banyuwangi,” kata Rasyid kepada Global Energi, Rabu (27/1/2021).

Untuk hidroponik di WETT Betet merupakan terobosan Program CSR yang mendukung electrifying agriculture bagi urban farming atau budidaya hidroponik dengan memanfaatkan sinar lampu UV. “Program ini pertama kali dikembangkan di Kabupaten Nganjuk,” katanya.

Sedangkan program sumur listrik untuk pengairan ladang desa merupakan salah satu program electrifying agriculture yang diintegrasikan dengan program CSR di mana tujuannya, antara lain memberikan edukasi, kemudahan akses listrik dan prasarana kepada petani untuk pengairan lahan atau biasa disebut dedieselisasi pertanian. Program ini mendukung penyediaan energi pada pertanian yang ramah lingkungan dan bernilai ekonomis bagi petani. “Saat ini dikembangkan di Kabupaten Nganjuk” katanya.

PLN UID Jatim akan terus mengoptimalkan pemanfaatan listrik di sektor pertanian. Memasuki tahun ini, kata Rasyid, PLN UID Jatim berencana tetap mengembangkan program-program integrasi CSR & electrifying agriculture yang sudah diimplementasikan sebelumnya. Hidroponik dengan sinar lampu UV sendiri akan dikembangkan bukan hanya di Kabupaten Nganjuk, namun juga merambah di perkotaan. “Program lain yang serupa, akan mulai dikembangkan di Kabupaten lain di wilayah Jawa Timur,” kata Rasyid.

Ia berharap, dengan adanya electrifying agriculture ini bukan hanya dapat meningkatkan creating share values (CSV) bagi perusahaan, tetapi juga dapat membantu petani dalam memperoleh listrik untuk pertanian yang sejalan dengan perkembangan agroteknologi yang ramah lingkungan.

Adapun kendala dihadapi di lapangan dalam program ini, dia sebutkan, di antaranya belum banyaknya petani yang teredukasi untuk memanfaatkan listrik dalam pertanian.”Makanya akan kita gencarkan edukasi pemanfaatan listrik kepada pelaku sektor pertanian yang punya potensi besar bagi penggerak pertumbuhan Jatim,” ujarnya.

Lantaran itu dalam program CSR ini, PLN bukan hanya berperan dalam menyediakan listrik, PLN juga membantu petani dengan cara mengintegrasikan sektor pertanian dengan wisata, sehingga petani dan pelaku usaha dapat membuka pasar baru. Contohnya, Wisata Agro Petik Buah Jeruk dan Naga Listrik di Kabupaten Banyuwangi, dan Wisata Edukasi Tani Terpadu (WETT) Betet. “Kami bekerja sama dengan Kelompok Tani Buah Naga di Kabupaten Banyuwangi; Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi; P4S Buana Lestari Kabupaten Nganjuk dan lembaga lainnya,” jelasnya.

Gandeng Bank
Bahkan guna mendukung program electrifying agriculture PLN telah mengandeng Bank BRI dan Bank Mandiri dengan meneken perjanjian kerja sama penyediaan layanan perbankan. Penyediaan layanan perbankan berupa pembiayaan bagi para pelanggan atau calon pelanggan, sosialisasi dan pemasaran bersama, dan pertukaran data dan informasi.

Selain itu, kerja sama ini merupakan pemanfaatan kemampuan, pengalaman, sumber daya dan fungsi yang dimiliki oleh PLN dan Bank guna mendorong peningkatan produktivitas, efisiensi biaya, dan daya saing usaha tani dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

“Penggunaan listrik untuk pompa memberi penghematan biaya operasional petani hingga 60 persen. PLN akan terus meningkatkan pelayanan listrik yang lebih mudah, terjangkau, dan andal untuk masyarakat Indonesia, khususnya di sektor pertanian. Sebab sektor pertanian merupakan salah satu sektor besar penggerak perekonomian negara,” kata Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril melalui siaran pers, Rabu (20/1/2021).

PLN bersinergi dengan pemerintah, pelaku usaha tani, dan stakeholder lain dalam memperluas dukungan listrik untuk peningkatan produktivitas dan efisiensi para pelaku usaha tani melalui penggunaan energi yang ramah lingkungan. Melalui sinergi BUMN ini, diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha di bidang pertanian dan dapat memperkuat kembali perekonomian nasional.

“Sektor pertanian merupakan sektor yang diharapkan dapat tumbuh di saat pandemi. Bagi kami program electrifying agriculture ini merupakan hal yang sangat tepat dan kami menyambut baik adanya sinergi antara PLN dan BRI. Kami dari BRI siap melaksanakan program ini dengan baik agar segera mengakselerasi program ini,” kata Direktur Hubungan Kelembagaan dan BUMN BRI Agus Noorsanto.

Sementara Direktur Jaringan & Retail Banking Bank Mandiri Aquarius Rudianto menyambut baik kolaborasi antara PLN dan Bank Mandiri ini. Ia menilai, dukungan kepada sektor pertanian sangat diperlukan, terutama di tengah krisis akibat pandemi Covid-19. agung kusdyanto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.