Untuk membangun industri panas bumi memang membutuhkan dana besar. Lantaran itu, terobosan-terobosan sangatlah perlu agar untuk percepatan pada industri ini. Pemerintah sudah sejak lama memberikan penugasan kepada PLN untuk mengembangan sejumlah Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Namun saban tahun, perkembangannya cukup lambat tidak sesuai ekspektasi pemerintah.
Pada Maret 2023, PLN membuka kolaborasi pengembangan untuk sembilan WKP dengan total kapasitas diperkirakan mencapai 260 megawatt (MW). Adapun ke-sembilan lokasi geothermal yang akan dikembangkan PLN, yakni Tulehu di Maluku Tengah, Atadei di Nusa Tenggara Timur, Songa Wayaua di Halmahera Selatan, Tangkuban Perahu di Jawa Barat, Ungaran di Jawa Tengah, Kepahiang di Bengkulu, Oka Ile Ange di NTT, Gunung Sirung di NTT, Danau Ranau di Sumatera Selatan dan Lampung Barat. Adapun PLN menyiapkan detail studi 3G (Geology, Geochemistry dan Geophysics) untuk pembangunan WKP.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, pengembangan panas bumi di Indonesia selama ini menghadapi banyak tantangan sehingga butuh banyak terobosan. Kendala selama ini yang dihadapi di sektor panas bumi, yakni pengembangan lapangan yang membutuhkan waktu lama dan investasi besar untuk pengeboran. Jika tidak mendapatkan sumur yang bagus, diperlukan beberapa percobaan pengeboran lagi.
“Ini yang terjadi 5 tahun terakhir. Selain itu PLN dari orang-orangnya secara praktis tidak memiliki pengalaman kompeten melakukan pengembangan panas bumi,” katanya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menanggulangi tantangan itu dengan membangun kemitraan dengan pihak lain yang lebih berpengalaman.Tentu selain itu juga memiliki ekuitas permodalan yang kuat.
Hanya saja ada beberapa hal yang harus dicermati investor dalam menjalankan skema kemitraan ini. Sederhananya apakah kerja sama tersebut akan menguntungkan mereka?Fabby menuturkan, berbicara tentang EBT akan sangat bergantung pada tiga hal, yakni struktur kepemilikan proyek, komposisi penyertaan modal, dan siapa yang memegang kendali atas proyek tersebut. Belajar pengalaman dari PLTS, tiga hal ini menjadi kendala dan tantangan bagi PLN sendiri karena biasanya mereka menginginkan saham mayoritas dalam suatu proyek.
“Konteks di PLTS, PLN mau punya saham 51% tetapi modalnya tidak bisa sampai 51% mungkin maksimal cuma 30%. Sisa ekuitas dijadikan share holdres loan oleh si mitra. Kalau yang kayak begini diterapkan di panas bumi mungkin agak berat karena investasinya kan mahal sekali,” kata Fabby.
Namun hal ini tentu bisa diatur menyesuaikan kondisi sehingga tidak menganggu keekonomian partisipasi mitra atau investor lain tersebut.
Solusi lain, pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan khusus bagi PLN untuk menguatkan permodalan, baik itu sifatnya Penyertaan Modal Negara (PMN) maupun bentuk lainnya. Bantuan dana ini diharapkan bisa membantu biaya mengembangkan panas bumi. “Masalahnya kan PLN ini mengalami kemampuan investasi terbatas. Dengan struktur tarif listrik EBT saat ini dan beban utang juga, mereka agak sulit pendanaan kalau dengan kondisi saat ini,” kata Fabby.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo juga mengatakan, kolaborasi menjadi kunci penting pengembangan potensi panas bumi yang tersebar di berbagai wilayah. Hal ini menyangkut studi kelayakan, pembangunan fasilitas panas bumi dan konversi energi dari sumber panas bumi.
“Melalui kerja sama semacam ini, nanti kita akan mendapati adanya kolaborasi para ahli, sharing pengetahuan, serta kesempatan untuk meningkatkan portofolio energi hijau bersama-sama,” ujar Darmawan tahun lalu.
Untuk itu, Darmawan mengajak setiap pihak yang berminat termasuk perusahaan lokal, perusahaan luar negeri dan investor dalam maupun luar negeri untuk menjadi partner strategis PLN dalam pengembangan WKP di Indonesia.
“Kami di PLN membuka kolaborasi seluas-luasnya untuk seluruh pihak yang berminat bisa bergabung. Di sini kita akan bersama-sama tidak hanya membangun bisnis yang saling menguntungkan tetapi juga memproduksi energi yang ramah lingkungan,” kata Darmawan.
Darmawan menuturkan, PLN selaku pemegang izin panas bumi (IPB) di Indonesia telah mendapat mandat dari undang-undang untuk mengembangkan potensi geothermal dengan optimal. Saat ini, PLN telah menyiapkan detail studi geology, geochemistry dan geophysics (3G) untuk pembangunan WKP.
Pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 milik PLN, penambahan kapasitas listrik dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) ditarget sebesar 3,35 gigawatt (GW). Proyeksi investasi yang mesti diamankan mencapai 17,35 miliar dollar AS hingga 2030 mendatang untuk mencapai target tersebut.
Terus Berunding
Sementara emiten Prajogo Pangestu PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) sampai saat ini tengah berunding dengan PLN ihwal rencana pembentukan usaha patungan atau joint ventures (JV) untuk menggarap WKP Kepahiang, Bengkulu. Direktur Utama BREN Hendra Soetjipto Tan mengatakan, pihaknya telah mengikuti lelang terbuka yang diadakan oleh PLN terkait dengan penjaringan mitra potensial pengembangan sembilan WKP yang saat ini menjadi penugasan perusahaan setrum pelat merah tersebut.
“Kita sudah ikut bidding, dan kita masih dalam diskusi intensif dengan PLN mengenai perjanjian kerja samanya dan komersial-komersial poin yang kita harus setujui,” kata Hendra, saat paparan publik daring, Senin (13/5/2024).
Ia mengatakan, persetujuan-persetujuan teknis dan komersial itu mesti didapat sebelum BREN memutuskan berkongsi dengan PLN terkait dengan pengembangan salah satu lapangan panas bumi yang mandek dikerjakan tersebut.
WKP Kepahiang memiliki cadangan terduga sekitar 180 megawatt (MW) dengan luas lahan mencapai 35.730 hektar are (ha). Beberapa kali, PLN telah membuka lelang untuk menjaring mitra bisnis yang kompeten dalam pengembangan sejumlah WKP penugasan. “Sampai saat ini masih diskusi intensif, kami harapkan akhir bulan Mei ini, kami sudah bisa mencapai kesepakatan dengan PLN bagaimana bentuk kerja samanya dan poin-poin komersial yang bisa kami setujui,” katanya.
PLN sendiri tengah mengevaluasi penawaran biaya atau harga yang diajukan afiliasi panas bumi BREN, Star Energy Geothermal Pte. Ltd. untuk pengembangan bersama WKP Kepahiang, Bengkulu. Executive Vice President Geothermal PLN Christyono mengatakan, Star Energy telah mengajukan penawaran untuk pengembangan WKP Kepahiang. Christyono menuturkan, pihaknya tengah berfokus untuk mengevaluasi penawaran harga atau biaya yang disampaikan afiliasi Barito tersebut.
“Star Energy telah mengajukan penawaran untuk pengembangan WKP Kepahiang sebagai calon mitra dan saat ini masih dalam evaluasi penawaran biaya atau harga,” kata Christyono saat dihubungi, Senin (13/5/2024).
Selain WKP Kepahiang, kata Christyono, PLN tengah mengevaluasi penawaran calon mitra lainnya untuk WKP Atadei dan Songa Wayaua. Sementara tiga WKP lainnya, Tulehu, Unggaran, dan Tangkuban Perahu saat ini masih dalam tahapan pengumuman lelang.
Ia berharap, proposal penawaran dari calon mitra bisa masuk Juni mendatang untuk tiga WKP tersebut. “Dari hasil market sounding dan pendaftaran lelang, terlihat ada ketertarikan yang cukup tinggi dari badan usaha dengan konsep kemitraan yang ditawarkan PLN,” kata Christyono.
Nantinya, mitra terpilih dan PLN lewat anak usahanya bakal membentuk perusahaan patungan atau joint company dan berkontrak dengan PLN lewat skema kerja sama Geothermal Exploration and Energy Conversion Agreement (GEECA).
Kejar Potensi ke Kenya
Sementara Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Julfi Hadi bercerita soal bagaimana mereka mengejar potensi bisnis panas bumi hingga Kenya dan Turki. “Kita commercially driven. Kalau ada asset operating, apalagi yang ada di dalam dan luar negeri, akan kita ambil,” tuturnya dalam Media Briefing di Plataran Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024).
“Kita punya uangnya, kita punya expertise-nya, kalau ada yang bagus tentunya akan kita ambil,” tegas Julfi.
Potensi terdekat yang tengah diupayakan Pertamina ada di Kenya. Julfi menyebut dua hari ini mereka tengah intensif berbincang dengan utusan negara tersebut. Julfi mengatakan ada utusan Kenya yang datang langsung ke Indonesia untuk berbincang soal kerja sama panas bumi tersebut. Bos PGE itu mengklaim bagaimana hasil kesepakatan tersebut kemungkinan baru bisa diumumkan pada kuartal III 2024.
Setidaknya ada dua proyek panas bumi yang tengah dipertimbangkan di negara Afrika tersebut. Ia menyebut Pertamina bisa langsung menggarap dua-duanya atau memulai salah satu terlebih dahulu.
“Memang, salah satunya kenapa kita ke Kenya, resources sudah proven. Voltaria itu sudah 900 megawatt dan kita mendapatkan return yang sangat bagus, lebih dari Indonesia. Karena itu kita melihat ke Kenya,” jelas Julfi.
“Turki juga kita lagi review, salah satunya operating field. Ya, mudah-mudahan geothermal Indonesia akan going abroad,” tutupnya. agung kusdyanto, kdt,bc