Sumber daya panas bumi Tanah Air masih memiliki pesona yang mampu membuat sejumlah perusahaan raksasa terpincut untuk mengelolanya. Dua perusahaan raksasa asal Amerika Serikat, yakni Ormat Technologies dan Chevron tengah bersaing sengit agar bisa mengantongi izin pengelolaan wilayah kerja panas bumi atau WKP Way Ratai.
Lewat PT Ormat Geothermal Indonesia, Ormat berhadapan intens dengan PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO) atau PGE yang berkonsorsium dengan Chevron Geothermal untuk memperebutkan izin panas bumi atau (IPB) pada WKP dengan luasan wilayah 70.710 hektare tersebut.
Akhirnya dalam perebutan ini WKP ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan konsorsium PT Pertamina Geothermal Energy (PGEO) atau PGE dan PT Jasa Daya Chevron (Chevron Geothermal) sebagai pemenang lelang wilayah kerja panas bumi (WKP) Way Ratai, Lampung. Ketetapan itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 118.K/EK.01/MEM.W/2023 tanggal 12 Juni 2023 Tentang Pemenang Pelelangan Wilayah Kerja Panas Bumi di Daerah Way Ratai.
“Pemenang pelelangan wajib melaksanakan kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan,” tulis Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana lewat keterangan resmi, Rabu (21/6/2023).
Dalam pelelangan itu, konsorsium PGEO dan Chevron Gheotermal menyiapkan besaran komitmen eksplorasi mencapai 28,85 juta dollar AS atau setara dengan Rp 431,01 miliar, (asumsi kurs Rp15.134 per dolar AS). Besaran komitmen konsorsium yang dipimpin perusahaan panas bumi Pertamina itu lebih tinggi dari yang ditawarkan kompetitor lelang, PT Ormat Geothermal Indonesia. Adapun, perusahaan spesialis panas bumi Amerika Serikat itu menyanggupi komitmen eksplorasi di angka 25,1 juta dollar AS atau setara dengan Rp374,99 miliar.
“Bagi peserta lelang yang merasa dirugikan baik secara sendiri ataupun bersama-sama peserta lainnya, dapat menyampaikan sanggahan secara tertulis atas hasil pelelangan yang ditujukan kepada Menteri ESDM dalam waktu paling lama 5 hari kerja setelah tanggal pengumuman ini,” tulis Dadan.
Adapun, pengumuman pemenang lelang itu menggunakan nomor surat 13.Pm/Ek.04/DJE.P/2023 yang diteken Dadan pada 19 Juni 2023. Pengumuman lelang itu menjadi penting untuk melanjutkan proses pengembangan lapangan potensial yang sempat terbengkalai dalam waktu yang terbilang lama sebelumnya.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Ormat Geothermal Indonesia, Dion Murdiono, mengatakan perusahaannya optimis dapat memenangkan pertarungan yang intens dengan konsorsium PGE dan Chevron tersebut setelah menyiapkan penawaran yang cukup besar pada WKP tersebut.
Apalagi, kata Dion, Ormat memiliki keunggulan teknologi untuk pengembangan WKP yang memiliki temperatur atau entalpi sedang dan rendah tersebut. Selain itu, dia mengatakan perusahaanya relatif telah memberi harga penawaran yang terbilang tinggi jika dibandingkan dengan konsorsium PGE & Chevron.
“Kita senang sekali dengan resources-nya, kami bid dengan harga yang cukup tinggi,” kata Dion saat ditemui di Jakarta, Kamis (11/5/2023).
WKP dengan potensi cadangan 105 megawatt (MW) ini pernah dilelang pada 2015 lalu dan dimenangkan oleh Konsorsium PT Optima Nusantara Energi dan Enel Green Power S.p.A pada 2016 dengan harga penawaran tenaga listrik 13 sen dollar AS/kWh. WKP yang direncanakan untuk dikembangkan dengan kapasitas 55 MW itu sebelumnya ditargetkan dapat beroperasi pada 2022. Namun, konsorsium bernama PT Enel Green Power Optima Way Ratai itu memilih hengkang dan mengembalikan izin panas bumi WKP Way Ratai pada tahun lalu.
Mengenai kepastian penjualan listrik panas bumi WKP Way Ratai, pemenang lelang akan memperoleh izin panas bumi (IPB). Izin tersebut akan digunakan sebagai instrumen kontrak penjualan dengan PLN melalui penandatanganan perjanjian pra transaksi atau Pre-transaction Agreement.
“Di dalamnya tercantum matriks harga yang memuat harga pembelian berdasarkan kapasitas pembangkitan dan perkiraan enthalpi fluida panas bumi,” kata Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, Harris Yahya.
WKP Way Ratai berdiri di lahan seluas 70.710 hektare (ha) dengan perkiraan temperatur reservoir 203-247 derajat celcius. Adapun potensi listrik panas bumi yang bisa dihasilkan mencapai 55 megawatt (MW) dari cadangan mungkin 100 MW.
“Setelah selesai eksplorasi akan dilakukan penandatanganan perjanjian jual beli listrik dengan harga yang sudah disepakati dari matriks harga tersebut,” ujar Harris.
Pertamina Geothermal Energy sendiri telah memperoleh pendanaan fantastis pada tahun ini setelah perusahaan penawaran perdana atau initial public offering (IPO) saham pada 20 Februari lalu. Dalam aksi korporasi tersebut, perusahaan memperoleh dana Rp 9,05 triliun setelah melepas 103 miliar saham baru di harga Rp 875.
Sekitar 85% dana yang diperoleh dari IPO akan digunakan untuk pengembangan usaha perseroan sampai 2025 yang terdiri dari 55% digunakan untuk belanja modal atau capital expenditure (capex) serta investasi pengembangan kapasitas tambahan dari wilayah kerja panas bumi atau WKP operasional perseroan saat ini.
Selanjutnya, sekitar 33% akan digunakan untuk belanja modal atau investasi pengembangan kapasitas tambahan dari WKP operasional perseroan saat ini yang dilakukan melalui pengembangan konvensional dan utilisasi co-generation technology untuk mengantisipasi kebutuhan pasar baru.
Kemudian 12% digunakan oleh perseroan untuk belanja modal atau investasi pengembangan kemampuan digital, analitik, dan manajemen reservoir untuk mendukung production, operation and maintenance excellence. Selanjutnya, 15% atau sebanyak-banyaknya sampai dengan 100 juta dollar AS yang diperoleh dari IPO akan digunakan perseroan untuk pembayaran sebagian kredit sindikasi.
Rombak Aturan Teknis
Di satu sisi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merombak aturan teknis soal penawaran wilayah kerja panas bumi (WKP) di tengah landainya partisipasi pelelangan selepas terbitnya Perpres No.112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik akhir tahun lalu.
Seperti diketahui aturan teknis penawaran WKP itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2018 tentang Penawaran Wilayah Kerja Panas Bumi, Pemberian Izin Panas Bumi dan Penugasan Pengusahaan Panas Bumi.
Harris mengatakan perombakan itu berkaitan dengan pemangkasan dana jaminan hingga pemadatan waktu pelelangan. Inisiatif itu diharapkan dapat meningkatkan gairah industri hulu panas bumi selepas terbitnya Perpres 112 yang telah banyak memberi insentif untuk pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
“Untuk [uang] jaminan lelang dari 1 miliar dollar AS hingga 2 miliar dollar AS tergantung kapasitas akan diubah mungkin hanya 5.000 dollar AS, ini sudah sangat rendah sebenarnya untuk jaminan,” kata Harris.
Selain itu, lanjut dia, kementeriannya juga tengah berupaya untuk meringkas durasi waktu lelang dari yang biasanya mencapai 5 bulan hingga 6 bulan dipersingkat minimal menjadi 1 bulan.
Di sisi lain, ESDM mengamanatkan setiap perusahaan yang ingin ikut lelang WKP sudah lebih dahulu memiliki kemitraan sebelum izin panas bumi atau IPB diterbitkan. Hal itu, kata dia, untuk memastikan pemenang lelang dapat menyelesaikan komitmen investasi dan kerja untuk WKP itu dengan optimal nantinya.
“Ini kemitraan dengan BUMN diminta, kalau sekarang kan belum disyaratkan, nanti sebelum IPB keluar diharapkan sudah kemitraan terbentuk lebih terjamin pelaksanaannya,” kata dia.
Sementara Kementerian ESDM menyampaikan ada 13 megawatt (MW) tambahan listrik panas bumi yang akan beroperasi secara komersial pada 2023. Input setrum bersih itu berasal dari pembangkit listrik tenaga uap atau PLTP Dieng, Wonosobo sejumlah 10 MW dan PLTP Sokoria di Nusa Tenggara Timur berkapasitas 3 MW.
“Tahun ini memang pembangkit yang masuk tidak banyak. Berdasarkan kesiapan progres proyek saat ini hanya ada 13 MW yang mungkin masuk di 2023,” kata Harris.
Kapasitas produksi listrik PLTP Sokoria lebih kecil dari target awal 5 MW. Sementara tambahan produksi listrik 10 MW di wilayah kerja panas bumi (WKP) Dieng akan datang dari turbin pembangkit small scale yang dioperasikan PT Geo Dipa Energi. “Di Sokoria 3 MW dan dari Dieng 10 MW. Dua itu bisa beroperasi komersial pada 2023,” ujar Harris.
Kementerian ESDM mencatat pertumbuhan total kapasitas terpasang setrum energi baru dan terbarukan mencapai 12,5 gigawatt (GW) hingga Desember 2022. Capaian ini diproyeksikan terus meningkat, seiring komitmen pemerintah untuk menambah kapasitas terpasang hingga 368 MW pada 2023.
Adapun kapasitas pembangkit listrik EBT bertambah 48,3 MW sepanjangan kuartal pertama 2023. Kapasitas tersebut setara dengan 13% dari target instalasi setrum hijau 368 MW pada tahun ini.
Penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT berasal dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 12,8 MW dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 17,8 megawatt peak (MWp). Selain itu, terdapat produksi aliran listrik bersih dari pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) 4,4 MW, pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) 1,8 MW dan PLTS atap 11,5 MWp.
Lumbung Panas Bumi
Pertamina sendiri memproyeksikan wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel), yakni Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung, bakal menjadi lumbung panas bumi atau geothermal Indonesia di masa mendatang. Direktur Operasi PT Pertamina Geothermal Energi (PGE) Eko Agung Bramantyo mengatakan, wilayah ini memiliki potensi panas bumi yang cukup besar.
“Wilayah Sumatera Bagian Selatan ke depan menjadi lumbung geothermal Indonesia yang cukup besar,” ujarnya, Jumat (12/5/2023).
Eko mengatakan energi geothermal Sumbagsel telah mulai dimanfaatkan, seperti daerah Muara Enim Sumatera Selatan yang saat ini sudah ada yang beroperasi. Bengkulu pun sudah siap untuk dimanfaatkan dengan potensi kapasitas geothermal sebesar 110 megawatt (MW). Hanya saja, saat ini sedikit terkendala belum selesainya pembangunan pembangkit, sehingga energi tersebut belum bisa dialirkan.
“Sekitar 110 MW sudah siap, tinggal dialirkan kepada pembangkit yang akan dikelola oleh PT PLN. Memang jadwalnya agak mundur sedikit, karena kesiapan pembangkit yang ada terkait dengan pelelangan, maupun pinjaman,” kata dia.
Untuk di Bengkulu, menurut Eko, juga terus dilakukan pengembangan sebab potensi geothermal tidak bisa dilihat langsung besarannya, namun perlu terus dilakukan pengembangan wilayah.
Menurut dia, jika cakupan saat ini kecil, nantinya dilakukan eksplorasi tambahan dan tentunya bukan tidak mungkin akan berkembang lebih besar.
“Daerah Bukit Barisan di Sumatera memiliki potensi geothermal yang besar jika terus dilakukan eksplorasi tambahan. Sehingga jika geothermal ini sudah terkelola, dan termanfaatkan tentu jadi solusi mengatasi masalah kelistrikan di Bengkulu,” ujarnya.
Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 23.965 MW. Potensi terbesarnya ada di Pulau Sumatera, yakni sebesar 9.679 MW. Meski punya potensi terbesar, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) terpasang di Sumatera saat ini baru sebesar 562 MW atau 5,8% dari total potensinya. Artinya, masih ada sekitar 94% potensi yang belum digarap.agung kusdyanto, kdt, bc