JAKARTA I GlobalEnergi.co – Pemerintah kembali menyampaikan komitmen untuk meningkatkan investasi di hulu minyak dan gas bumi (migas) serta strategi untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel pada tahun 2030. Salah satunya dengan mendorong pengembangan migas non konvensional.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji mengatakan, pemerintah akan memfokuskan pada pengembangan shale oil karena Indonesia masih memerlukan minyak dalam jumlah besar. Dalam pengembangan migas non konvensional ini, pemerintah telah melakukan identifikasi potensi shale oil dan shale gas.
“Sementara ini kita perlu banyak minyak, jadi kita fokuskan ke shale oil,” ungkap Tutuka dalam siaran pers di situs Ditjen Migas Kementerian ESDM, Jumat (5/2/2021).
Secara teori, kata Tutuka, apabila terdapat reservoar minyak di suatu tempat, pasti ada “dapur”. Inilah yang dikejar pemerintah. “Dapur itu sudah diketahui tempatnya di mana. Dapurnya namanya non konvensional. Kita sudah petakan di mana tempatnya dan kita mau fokus ke satu tempat (shale oil),” kata Tutuka.
Menurut dia, potensi shale oil Indonesia terbilang cukup besar. Hal ini yang menurut Tutuka menimbulkan optimisme pemerintah untuk terus berupaya mencapai produksi minyak 1 juta barel pada tahun 2030.
Hal senada juga pernah dikemukakan mantan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, beberapa waktu silam. Menurut dia, Indonesia dinilai memiliki potensi shale gas dan shale oil yang besar, tapi belum dimanfaatkan sama sekali.
Arcandra mengatakan, investasi besar untuk teknologi sangat penting guna menggenjot produksi shale oil dan gas. Pada 2007 produksi migas Amerika Serikat sekitar 4,5 juta barel oil per day (BOPD), dalam waktu tujuh tahun meningkatkan menjadi 9,5 juta BOPD didorong kesuksesan dari shale oil dan shale gas.
Minyak serpih (shale oil), juga disebut kerogen serpih (bitumen padat), adalah batuan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen (campuran dari senyawa-senyawa kimia organik) yang merupakan sumber terbentuknya minyak serpih yang merupakan hidrokarbon cair.
Shale oil didefinisikan sebagai batuan sedimen immature, berbutir halus yang mengandung sejumlah besar material organik yang spesifik yaitu alginit dan/atau bituminit, yang apabila diekstraksi dengan dipanaskan (>550 derajat celsius) akan menghasilkan minyak yang mempunyai potensi ekonomis. Adapun migas non konvensional di Indonesia baru dikembangkan pada tahun 2008 dengan penandatanganan WK Sekayu.agk,ktn