Belakangan ini, energi hidrogen semakin dilirik. Ini masuk akal, karena sejumlah negara sedang berupaya untuk mengantisipasi semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batubara). Juga isu pencemaran lingkungan yang disebabkan bahan bakar fosil ikut mendorong mengapa perlu dicari segera alternatif sumber energi terbarukan dan masuk ke era energi baru.
Hidrogen dipandang sebagai salah satu calon yang menjanjikan yang mampu mengambil peran pelopor dalam masa transisi ini. Tentu saja, energi yang dibutuhkan untuk mendapatkan hidrogen tidak boleh dipasok dari bahan bakar fosil. Oleh sebab itu, bahan baku juga perlu beralih ke sumber energi terbarukan yang tersedia melimpah dan menyebabkan dampak lingkungan sekecil mungkin.
Lalu bagaimana di Indonesia? Bisa jadi dan sangat mungkin, hidrogen akan menjadi pemasok energi utama untuk pembangkit listrik dengan sel bahan bakar, sebagai bahan bakar mesin kendaraan, dan penggunaan-penggunaan lainnya di abad ke-21. Hal itu disebabkan oleh sifat hodrogen yang ramah lingkungan dan kemudahannya dikonversi menjadi energi. Penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar sama sekali tidak memberi kontribusi terhadap efek rumah kaca, hujan asam, dan kerusakan lapisan ozon.
Sejumlah perusahaan energi nasional kini sudah mulai menjamahnya. Seperti PT Adaro Energy Tbk yang telah menyatakan keseriusannya untuk terjun ke bisnis bahan bakar hidrogen atau fuel cell. Langkah ini diambil di tengah banyaknya perusahaan global yang mulai terjun ke dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Juga Pertamina dan sejumlah perusahaan lainnya.
Karena hal itu, merupakan salah satu sumber energi potensial ke depannya, maka harus didukung dengan regulasi. Sudah barang tentu hal tersebut untuk menjadikan salah satu sumber bauran energi dalam rangka memperkuat kemandirian energi nasional di masa depan. *
