Oleh: Heddy Krishyana, Masyarakat Energi Baru Nuklir Indonesia (MEBNI)
Konferensi Tingkat Tinggi Iklim PBB yang telah berlangsung dari tanggal 30 November hingga 12 Desember 2023 di Dubai Emirat Arab membuahkan deklarasi Triple Nuclear Energy yang mengakui bahwa peran energi nuklir penting dalam mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2050 sehingga dapat menjaga batas pemanasan global hingga 1,5 0C diatas pra Industri.
Negara-negara yang terlibat dalam penandatangan deklarasi ada 22 negara yang terdiri dari Amerika, Belanda, Bulgaria, Emira Arab, Finlandia, Ghana, Hongaria, Inggris, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Maroko, Monggolia, Moldova, Perancis, Polandia, Republik Ceko, Rumania, Slovakia, Slovenia, Swedia, dan Ukrania. Adapun isi deklarasi Triple Nuclear Energy yang dideklarasikan pada tanggal 2 Desember 2023 secara garis besar adalah mengakui peran penting energi nuklir dalam mencapai emisi gas rumah kaca global/netralitas karbon sekitar pertengahan abad ini.
Mengapa Amerika, Inggris, Jepang mendorong energi nuklir hingga tiga kali lipatnya walaupun Jepang yang pernah mengalami bencana Fukushima tetap mau menandatangani deklarasi, alasan nya karena mereka bercermin pada kegagalan program “Energiewende” yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca di Jerman secara drastis dengan energi terbarukan, tanpa bergantung pada energi nuklir, tetapi pada akhirnya intensitas karbon di negara Jerman (642 gCO2eq/kWh) masih tetap tinggi dibandingkan dengan negara Perancis yang jauh lebih rendah (54 gCO2eq/kWh). Prancis bauran energinya didukung oleh energi nuklir (57%), energi terbarukan (34%) dan Fosil (9%), sedangkan Jerman Fosil (60%), energi terbarukan (40%).
Dalam kasus Energiewende ini, gabungan jaringan listrik energi terbarukan sebagai sumber energi yang terputus-putus karena bergantung pada cuaca tidak akan mampu menjadi beban dasar dari sistem ketenagalistrikan suatu negara, sehingga perlu di backup oleh energi fosil khususnya pembangkit gas.
Menurut Statista Research Department, Agustus 29, 2023, hingga Mei 2023, di dunia terdapat 436 PLTN yang beroperasi di 32 negara. Amerika Serikat memiliki jumlah PLTN terbesar yang beroperasi pada saat ini yaitu 93 Unit PLTN, kemudian kedua diikuti oleh Perancis 56 unit, China 55 unit, Rusia 37 dst. Nuklir merupakan sumber energi rendah karbon terbesar kedua di dunia dimana konstribusi bauran energi nuklir hampir mencapai 392 GW. Jadi jika deklarasi ini di laksanakan dengan sungguh-sungguh oleh setiap negara maka PLTN yang beroperasi akan mencapai sekitar 1200 Unit PLTN pada tahun 2050 di dunia. Hal ini dapat dikatakan bahwa kebangkitan industri PLTN akan terjadi setelah industri energi nuklir krisis sejak kecelakaan Fukushima yang terjadi 12 tahun yang lalu.
Selama ini pembangunan PLTN masih banyak hambatan dimulai dengan masalah penerimaan masyarakat, lamanya pembangunan PLTN, limbah dan tidak kalah pentingnya adalah masalah pendanaan. Masyarakat dan pemangku kepentingan sudah sadar akan pentingnya perubahan iklim sehingga penerimaan masyarakat di beberapa negara sudah lebih baik lagi dengan PLTN. Masalah lamanya pembangunan sudah dapat diatasi dengan adanya sistem modul yang dibangun di pabrik sehingga PLTN dapat dibangun sangat cepat.
Masalah limbah secara teknologi dan penyimpanan bukan masalah lagi. Dengan adanya deklarasi COP28 Dubai maka masalah pendanaan sekarang sudah bisa diatasi dimana Salah satu ikrar para Peserta deklarasi COP28 Dubai bahwa setiap negara berkomitmen untuk memobilisasi investasi di bidang energi nuklir, termasuk melalui mekanisme pendanaan yang inovatif, mengundang para pemegang saham Bank Dunia, lembaga keuangan internasional, dan bank pembangunan regional untuk mendorong dimasukkannya energi nuklir dalam kebijakan pinjaman pemberian dukungan finansial terhadap energi nuklir jika diperlukan.
Dari 22 negara peserta, beberapa negara belum mempunyai PLTN, malahan negara-negara tersebut kesejahterahaannya masih jauh dibawah negara Indonesia, akan tetapi mereka sadar bahwa tanpa energi nuklir target NZE pada tahun 2050 tidak akan tercapai. Dengan adanya deklarasi dari 22 Negara di COP28 Dubai dalam upaya mengurangi bahan bakar fosil, Pemerintah Indonesia hendaknya sudah memikirkan masa depan energy security (ketahanan energi) agar pada tahun 2060 atau lebih cepat NZE dapat dicapai sesuai dengan kesepakatan Paris yang telah ditandatangani dan diratifikasi dengan UU No 6 tahun 2016. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), ketahanan energi didefinisikan sebagai “suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi ….”.
Dengan meningkatnya bauran energi terbarukan pada tahun 2060 yang bergantung pada cuaca yang saat ini dalam program perencanaan energi pemerintah, maka kondisi terjaminnya ketahanan energi akan sulit dicapai di Indonesia, padahal dari pembelajaran kegagalan program energiewende di Jerman dengan menutup PLTN dan meningkatkan energi terbarukan, emisi yang dihasilkan di negara Jerman masih tetap tidak bisa diturunkan. Prancis dengan program energi nuklir dan ditunjang oleh energi terbarukan berhasil menurunkan emisi CO2 nya.
Untuk itu agar ketahanan energi dapat dicapai, seyogyanya Pemerintah Indonesia mulai membuat perencanaan energi dengan mempertimbangkan deklarasi COP28 Dubai dan meningkatkan kapasitas energi nuklir sebagai beban dasar sistem ketenagalistrikan di Indonesia serta bersama-sama dengan energi terbarukan menjadi bagian penting dalam bauran energi. Pemerintah dalam hal ini harus menyadari bahwa energi yang bergantung pada cuaca tidak dapat diandalkan sebagai ketahanan energi.
Rencana tahun ini Pemerintah Indonesia akan mengesahkan RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dan merevisi KEN. Diharapkan hasil dari semua regulasi dan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah sekarang selanjutnya dapat diteruskan oleh Pemerintah yang akan datang karena masalah nuklir bukan masalah pro dan kontra lagi tapi masalah nuklir menjadi opsi yang mau tidak mau harus dilakukan oleh Pemerintah yang akan datang karena tanpa energi nuklir dilipatgandakan pembangunannya di negara Indonesia niscaya ketahanan energi tidak dapat dicapai dan target penurunan emisi pada di tahun 2060 akan sulit juga dicapai sebagaimana deklarasi COP28 Dubai yang akan membangun tiga kalinya PLTN yang ada sekarang ini.
Diharapkan bercermin kegagalan transisi energi di negara lain, cepat atau lambat Pemerintah Indonesia bisa segera mendeklarasikan bahwa PLTN pertama kapan akan dibangun dan membuat roadmap PLTN yang sesuai dengan target yang ingin dicapai. *