Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan ada delapan perusahaan dengan 13 model motor listrik yang berhak menerima subsidi Rp 7 juta. Jumlah perusahaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) roda dua yang sudah TKDN 40 persen per hari ini ada 8 perusahaan dengan 13 model kendaraan.
Jumlah perusahaan (merek) motor listrik ini bertambah dari sebelumnya hanya tiga, yakni Gesits, Volta, dan Selis. Sedangkan lima merek lain yang kini bergabung sebagai merek penerima subsidi di antaranya United, Smoot, Viar, Rakata dan Polytron.
Subsidi motor listrik baru tahun ini hanya berlaku untuk 200 ribu unit, sementara 2024 mencapai 600 ribu unit. Jika ditotal, subsidi yang digelontorkan pemerintah selama dua tahun ini akan diberikan kepada 800 ribu unit.
Kriteria penerima subsidi pembelian motor listrik baru tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Pedoman Pemberian Bantuan Pemerintah untuk Pembelian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Dua.
Pada peraturan itu dibuat kategori konsumen penerima subsidi yang digolongkan sebagai masyarakat tertentu. Mereka adalah penerima kredit usaha rakyat, bantuan produktif usaha mikro, penerima bantuan subsidi upah, dan penerima subsidi listrik sampai dengan 900 (sembilan ratus) volt ampere.
Memangalasan Pemerintah untuk manfaat penghematan pembelian BBM atau subsidi berkurang bila masyarakat banyak menggunakan kendaraan listrik memang masuk akal. Memang tepat perlu konversi dari kendaraan BBM fosil diganti kendaraan listrik dengan subsidi dari negara. Namun dapat blunder di masa depan apabila kebijakan tersebut tanpa kajian ‘domino’ matang sebagai multiplier effect yang malah merugikan.
Seperti halnya bagaimana infrastruktut motor listrik tersebut. Infrastruktur kendaraan listrik yang belum disiapkan matang adalah penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sesuai demand, mengingat waktu pengisian baterai ( charging ) memerlukan waktu yang sangat lama dan belum ada standar kualitas baterai.
Selain itu, juga belum adanya manajemen pengolahan limbah baterai kendaaran listrik. Jangan sampai euphoria membeli kendaraan listrik telah terjadi secara massal namun regulasi dan mitigasi belum ada. Menurut Deddy, Pemerintah masih berideologikan “transport by vehicle oriented” bukan pada “transport by transit oriented.”
Dalam hal ini pemberian subsidi kepada pembelian/konversi kendaraan listrik bila tidak diimbangi oleh penambahan subsidi bagi pengelolaan angkutan umum massal adalah bencana bagi modal share angkutan umum. Kendaraan pribadi akan selalu dibeli dengan murah, sementara angkutan umum akan ditinggalkan, akibatnya volume kendaaraan di jalan semakin bertambah namun ruang jalan tidak bertambah.
Dengan kenyatan ini, jadinya semakin macet lalu lintas di jalan. Bila pemberian subsidi kendaraan listrik tidak diimbangi dengan subsidi yang lebih berpihak ke angkutan umum, transport demand management (TDM) bisa jadi akan gagal. (*)