Warung kecil dengan tumpukan barang dagangan berserakan, menjuntai dari langit – langit hingga menyebar di lantai, penerangan seadanya, bahkan untuk mencari penjual pun kadang sulit, karena tersembunyi di sudut yang tak terlihat. Itulah keadaan Toko Merah milik Pak Slamet, 16 tahun lalu di Perumahan Pondok Surya Mandala, Bekasi, Jawa Barat. Kondisi warung berukuran 2 x 3 meter itu hampir sama dengan warung – warung pada umumnya saat itu.
Kini, Toko Merah menjelma menjadi sebuah toko modern yang membuat bangga pria kelahiran Karanganyar, Solo, Jawa Tengah ini. Butuh setidaknya 4 tahun bagi Slamet untuk merubah warung kecilnya menjadi sebuah toko. Transformasi warung menjadi toko merupakan buah dari kombinasi sikap positif seorang Slamet dimasa awal usahanya, mulai dari sikap berani keluar dari zona nyaman, terbuka pada perubahan, rajin menggali ilmu baru, dan keinginan kuat untuk maju.
Usaha warung mulai dijalankan Slamet bersama istrinya sejak tahun 2005. Waktu itu modal awalnya adalah Rp 1,5 juta. Pada hari pertama berjualan, omzet jualannya mencapai Rp 200.000. “Itu besar sekali, bandingkan dengan modalnya. Saya sangat bersyukur, baru buka sudah dapat Rp 200.000. Waktu itu, warga di sekitar warung menyebutkan dengan Warung Merah karena dicat merah. Setahun kemudian dari laba yang ada, kami tambah stok barang,” ujarnya dalam acara Webinar Media Virtual Tour 2021, bersama Jakarta Editor Media Forum (JEMF), Kamis (11/2/2021).
Saat itu, toko – toko modern tumbuh menjamur sebagai waralaba dimana – mana, termasuk di kawasan sekitar Warung Merah. Namun, Slamet tidak gentar. Bekal berbagai kursus dan bimbingan berbagai pihak yang telah dia dapatkan sebelumnya benar – benar dia terapkan Bersama istri tercinta. Bekal ilmu untuk mengubah warung sederhana dan tradisional menjadi toko modern yang terang benderang, tertata rapi, bersih dan nyaman bagi pembeli telah dia miliki, hingga Slamet berani menambah luas toko nya. Tahun 2009, warung kecil itu berubah menjadi sebuah toko, dan nama pun berubah menjadi Toko Merah.
Bertransformasi
Kisah bisnis Slamet selama 16 tahun merupakan potret perjalanan sebuah warung yang bertransformasi dalam menghadapi berbagai tantangan dan kendala. Termasuk pada saat Slamet membutuhkan dukungan dana untuk modal memperbesar warungnya.
Atas dukungan BNI, Warung Merah bertransformasi menjadi Toko Merah setelah bangunannya diperluas dengan dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BNI senilai Rp 400 juta. Lalu, tiba – tiba pandemi Covid – 19 pun menyerang, jumlah pembeli yang datang ke toko pun berkurang, transaksi menurun, pendapatan pun kena imbasnya.
Namun, semangat tinggi Slamet tidak kendur. Dia lengkapi semua fasilitas pendukung Protokol Kesehatan, mulai dari alat pencuci tangan, dan hand sanitizer. Selain itu, Slamet menambah 2 pegawai yang bertugas mengantar barang yang dipesan, karena setelah didera Pandemi, Slamet melayani pemesan melalui aplikasi chating, yaitu WhatApps. Kini, daya layanan Slamet pun meningkat dari radius 2 kilometer menjadi 4 kilometer.
“Akibat pandemi, pelanggan yang datang berkurang. Kami berupaya untuk berinisiatif mempertahankan pelanggan dan usaha. Sekarang kami kirim barangnya. Pelanggan cukup WA atau Telpon, kami kirim barangnya. Jadi (penjualan) kami hanya turun sebentar, setelah itu naik lagi. Beruntung juga dengan BNI yang sudah memilih saya Agen46,” ujarnya.
Omzet 40%
Omzet Toko Merah dapat bertahan berkat berbagai transaksi elektronis sebagai Agen46. Toko Merah difasilitasi mesin EDC oleh BNI, sehingga bisa melayani transfer atau kirim uang. Pelanggan tidak perlu kemana-mana, cukup ke Toko Merah saja. Banyak pelanggan yang mengirim uang lewat BNI di Toko Merah. Selain itu, Slamet juga melayani jual pulsa, membayar tagihan listrik, membayar tagihan telepon , PDAM, hingga token listrik.
“Bukan itu saja, BNI juga mempercayai kami untuk ikut kegiatan sosial, yaitu turut menyalurkan Bantuan Sosial. Pada era Covid – 19 ini, BNI bermanfaat besar dan membantu kami dalam menghadapi pandemi ini. Saya coba berhitung, transaksi elektronik bisa mencapai 40% dari omzet keseluruhan. Terimakasih BNI, semoga bisa terus membantu UMKM seperti kami. Belum pernah saya bayangkan sebelumnya. Dengan edukasi oleh BNI, caranya, wawasan saya jadi tambah luas, dan bersemangat,” ungkapnya.
Bahkan Slamet optimistis, ke depan dapat mencetak omzet digital yang dilakukan melalui mesin EDC BNI Rp 50 juta dalam sebulan. “Saya optimis karena prospeknya bagus sekali,” tutupnya.
Slamet adalah 1 dari 170.158 Agen46 yang dikembangkan BNI dan tersebar di seluruh Indonesia hingga akhir tahun 2020 lalu. Agen46 merupakan mitra BNI (perorangan maupun badan hukum yang telah bekerjasama dengan BNI) untuk menyediakan layanan perbankan kepada masyarakat (Layanan Laku Pandai, Layanan LKD dan Layanan e-Payment). Dengan Agen46 ini, BNI berupaya mendekatkan pelayanan perbankan pada masyarakat, sekaligus menambah daya jangkau jasa keuangan yang selama ini sangat terfokus pada kantor – kantor cabang.
Ikhsan Ingratubun, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (AKUMINDO) mengatakan, UMKM dipastikan akan bisa bertahan apabila mampu bertrasformasi. Transformasi dimaksuda adalah: pertama, berbisnis secara digital. Kedua, bertransformasi dalam hal model bisnis yaitu tidak hanya memperdagangkan barang melainkan juga jasa, contohnya Pak Slamet yang tidak hanya menjadi pedagang Toko Klontong tetapi juga menjadi Agen46.
“Apa yang dilakukan BNI sangat tepat karena tidak hanya menyalurkan pembiayaan, tetapi menambah nilai bagi debiturnya, dalam hal ini melalui program kredit yang dilengkapi oleh Agen46,” ujarnya.
Sementara itu, Zakir Mahmud, PhD, Ketua UKM Center Universitas Indonesia, menegaskan apa yang dilakukan oleh PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk sudah sesuai jalurnya, membantu pembiayaan UMKM melalui berbagai program kredit.
“Sedangkan kami, UKM Center UI yang telah memiliki ribuan UMKM binaan, membuka peluang kerjasama dengan perbankan untuk melakukan pendampingan agar kapasitas dan kapabilitas pelaku usaha mikro kecil lebih tahan menghadapi berbagai situasi dan kondisi termasuk saat pandemi seperti sekarang ini,” pungkasnya.adv