Pandemi Covid-19 turut menahan investasi di sektor pertambangan. Realisasi investasi sektor ini hingga akhir Oktober 2020 baru sekitar 2,88 miliar dollar AS atau baru tercapai 37% dari target tahun dipatok 7,74 miliar dollar AS.
PADAHAL dalam dua tahun terakhir (2018-2019) capaian realisasi investasi minerba hingga tutup tahun selalu melebihi target. Seperti pada tahun 2018, realisasinya mencapai 101% atau sebesar 6,8 miliar dollar AS. Sedangkan pada tahun lalu, raihan investasinya tercatat sebesar 6,5 miliar dollar AS atau tercapai 105% dari target.
Pencapaian investasi tambang pada tahun lalu terdiri dari izin usaha jasa pertambangan dengan porsi 39%, investasi prasarana dan mesin 30%, aktiva tidak berwujud 13%, serta investasi berupa bangunan, kapal, kendaraan dan alat-alat lainnya sebesar 23%.
“Tahun ini pencapaiannya masih jauh dari target 2020. Ini tentunya pengaruh terbesar akibat beberapa proyek terhenti karena Covid-19,” ungkap Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Irwandy dalam sebuah webinar yang digelar, Selasa (10/11/2020).
Penyebab lainnya terkait gejolak di pasar komoditas yang membuat harga sebagian barang tambang merosot. Pasar dan harga batubara anjlok. Begitu juga sejumlah komoditas mineral seperti tembaga, perak, timah dan nikel, meski beberapa waktu belakangan harganya mulai membaik. Tercatat hanya emas yang harganya terjaga, bahkan mengalami lonjakan.
Selain pasar dan harga yang tertekan, pandemi covid-19 juga membuat pengerjaan proyek pertambangan menjadi terhambat. Khususnya dalam hal proyek hilirisasi atau smelter. “Hampir semua proyek di tambang terhambat, termasuk smelter karena barang dan material terlambat masuk ke proyek. Konsultan dan tenaga kerja juga terhambat masuk karena covid-19,” jelas Irwandy.
Ada dua kemungkinan yang disimulasikan pemerintah. Pertama, jika pandemi Covid-19 selesai pada pertengahan tahun ini, maka investasi pada proyek smelter diperkirakan hanya akan terealisasi di angka 1,9 miliar dollar AS atau sekitar 50% dari target. Kedua, jika Covid-19 berlanjut hingga akhir tahun, maka rencana investasi smelter di tahun ini akan bergeser ke tahun 2021 mendatang.
Sementara rencana investasi smelter di tahun ini sebenarnya mencapai 3,76 miliar dollar AS atau jauh di atas realisasi investasi smelter tahun lalu yang berada di angka 1,41 miliar dollar AS.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memang mematok target investasi sektor tambang 7,74 miliar dollar AS sepanjang 2020.Dari target tersebut ditunjang dari investasi perusahaan pemegang IUPK dipatok 2,37 miliar dollar AS, pemegang IUP OPK olah murni sebesar 1,58 dollar AS miliar.
Irwandy mengatakan, pemerintah sedang berupaya untuk dapat mengatasi dampak Covid-19 sekaligus mendongkrak investasi pertambangan. Untuk mengurangi dampak permintaan batubara akibat pandemi, misalnya, pemerintah bersama asosiasi pertambangan batubara terus mengintensifkan diplomasi dengan mitra dagang.
“Kemudian juga mengintensifkan koordinasi lintas sektor dan fasilitasi penyelesaian kendala dalam melakukan pendekatan dengan mitra dagang dalam rangka memacu investasi tahun 2020-2021,” kata Irwandy.
Proyeksi 2021-2024
Adapun proyeksi investasi minerba tahun 2021-2024, Kementerian ESDM memprediksi akan menciut dibanding empat tahun terakhir. Di tahun 2021, investasi sektor tambang diproyeksikan hanya di angka 5,69 miliar dollar AS. Lalu turun kembali pada tahun 2022 menjadi 4,35 miliar dollar AS.
Memasuki tahun 2023, investasi diprediksi kembali menciut menjadi 3,22 miliar dollar AS dan merosot menjadi 3,17 miliar dollar AS pada tahun 2024. Penurunan tersebut terjadi lantaran pembangunan smelter yang berkurang karena sebagian besar sudah mulai beroperasi atau dalam proses pengerjaan tahap akhir.
Sementara, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) optimistis industri batu bara dalam negeri dan global masih positif ke depan di tengah ketidakpastian ekonomi global ini. Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia mengatakan, hal tersebut didukung oleh tren harga batubara yang mulai menunjukkan kenaikan. Di sisi lain, ia melihat pasar ekspor untuk batu bara Indonesia ke China juga masih prospektif seiring adanya inisiatif pemerintah untuk membuka peluang pasar yang lebih luas di China.
“Saat ini pemerintah Indonesia dan China sedang berdiskusi untuk bagaimana meningkatkan ekspor batu bara Indonesia ke China. Dalam beberapa minggu ke depan akan ada pertemuan G-to-G (government to government) high level meeting di China. APBI mendukung inisiatif tersebut. Kami optimisti ekspor batu bara Indonesia akan positif ke depan,” ujar Hendra.
Selain itu, Hendra juga melihat, Asia Tenggara sebagai pasar yang cukup potensial untuk batu bara Indonesia dalam jangka waktu panjang. Asia Tenggara saat ini menjadi pasar ketiga terbesar tujuan ekspor batu bara Indonesia, setelah China dan India. “Bila digabung ekspor ke negara-negara Asia Tenggara, seperti Malaysia, Vietnam, Filipina, Thailand sampai 21 persen dari total ekspor batu bara Indonesia. Kalau digabung sebagai pasar tunggal, nomor tiga setelah China dan India, bahkan lebih besar dibandingkan ekspor ke Korea Selatan dan Jepang,” katanya.
Sementara itu, APBI juga optimistis terhadap prospek pemanfaatan batu bara untuk pasar domestik seiring adanya upaya pemerintah untuk mendorong hilirisasi batu bara. Hendra berharap pemerintah memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan hilirisasi batu bara, baik melalui pemberian insentif fiskal dan non-fiskal maupun kepastian regulasi.
Sembari menyusun roadmap pengembangan hilirisasi batu bara yang komprehensif, APBI juga menyarankan pemerintah untuk mengeksplor potensi pasar ekspor batu bara Indonesia.
“Kita masih punya peluang. Meski 10-20 tahun lagi konsumsi batu bara di pasar-pasar tradisional tujuan ekspor, China dan India, akan turun secara bertahap, tapi kita masih punya peluang pasar di Asia Tenggara dan mungkin beberapa negara berkembang di Asia,” kata Hendra
Aturan Turunan UU Minerba
Sementara itu Direktur Jenderal Minerba Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa setelah diterbitkannya UU Minerba, pemerintah diberi waktu untuk membuat aturan pelaksanaannya sebagai turunan dari UU Minerba. “Kami targetkan selesai dalam 6 bulan,” kata Ridwan dalam sebuah webinar pada Selasa (27/10/2020).
Pemerintah tengah menyusun tiga rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang meliputi RPP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, RPP tentang Wilayah Pertambangan, dan RPP tentang Pembinaan dan Pengawasan serta Reklamasi dan Pascatambang dalam Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan.
Ridwan mengemukakan, satu dari tiga RPP yang disusun sudah memasuki tahap harmonisasi yakni tentang RPP Kewilayahan yang sedang dalam proses menuju penyelesaian.
“Semoga proses ini berjalan lancar dan tidak persulit pelaku industri,” ungkapnya.
Irwandy mengatakan, penyusunannya masih dalam proses. Harapannya, aturan itu akan memberi kepastian hukum dan investasi di sektor pertambangan. “Dan memberikan efek positif bagi pemulihan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja,” katanya.
Para pengusaha, khususnya yang perjanjian karya pertambangan batu baranya (PKP2B) akan habis, sangat menantikan PP turunan UU Minerba tersebut. PT Arutmin Indonesia yang kontraknya berakhir pada 1 November lalu akhirnya mendapat izin usaha pertambangan khusus (IUPK) melalui surat keputusan alias SK Menteri ESDM Nomor 221K. (agung kusdyanto, kdt, ktn)
Realisasi dan Target Investasi Minerba
Tahun Realisasi (dollar AS) Target (dollar AS)
2018 6,8 miliar 6,2 miliar
2019 6,5 miliar 6,2 miliar
2020 2,9 miliar* 7,74 miliar
2021 – 5,69 miliar
2022 – 4,35 miliar
2023 – 3,22 miliar
2024 – 3,17 miliar
Sumber : Ditjen Minerba kementerian ESDM
Ket: * sampai Oktober 2020