DME Sebagai Bahan Bakar Masa Depan: Perkembangan Industri, Peluang dan Tren Terkini

oleh -5 views

Oleh: Natarianto Indrawan, Ph.D.*

Dimethyl Ether (DME / CH3OCH3) merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang dapat menggantikan bahan bakar fosil. DME adalah komponen paling sederhana dari senyawa Ether dengan keunikan tanpa ikatan C-C pada molekulnya. Pada kondisi ruang, DME berupa gas, namun dapat dengan mudah dikonversi menjadi cairan (liquid) karena tekanan uap yang hanya sebesar 5.1 bar pada kondisi 20°C, sehingga dapat dengan mudah disimpan dan dipindahkan.

Perkembangan DME di Industri

Perkembangan DME pada industri dimulai pada industri biologi dan medis, dimana DME merupakan bahan baku untuk produksi dimethyl sulfate hingga pada tahun 1980an, sebelum dimulainya era menggantikan chlorofluorocarbons sebagai bahan aerosol. DME juga digunakan sebagai bahan baku untuk produksi methyl acetate, acetic acid, dan olefin. Peran DME semakin penting saat ini dalam era transisi energi, karena DME digunakan sebagai bahan blending LPG, umumnya sebesar 20%, dikarenakan sifat kimianya yang sama. Dengan cetane number sebesar 55-60, DME juga digunakan sebagai bahan bakar ramah lingkungan pengganti Diesel yang bebas emisi NOx, CO dan partikulat.

Pada awal perkembangannya, DME merupakan hasil produk samping dari sintesis metanol pada tekanan tinggi (300 bar). Pada perkembangan selanjutnya, DME diproduksi dari proses dehidrasi metanol dalam kondisi ruang, dengan pangsa pasar saat ini sebesar 4 juta ton per tahun. Permintaan pasar global terhadap DME diperkirakan akan terus meningkat, hingga mencapai 9.5 juta ton pada 2027.

Proses Produksi DME: Indirect Vs Direct

Saat ini ada dua proses produksi DME, yaitu secara tidak langsung (indirect) dan langsung (direct). Proses DME secara tidak langsung (indirect) merupakan proses yang paling umum digunakan di industri. Proses ini melibatkan dua tahap, yaitu proses produksi metanol dari syngas dengan katalis Cu/Zn dan proses dehidrasi metanol menjadi DME dengan katalis asam. Sebelum proses dehidrasi, metanol harus dipurifikasi terlebih dahulu untuk menghilangkan gas sisa dan air. Proses pemisahan metanol dan air ini dilakukan secara bertahap hingga kemurnian DME dapat dicapai sesuai standar. Sebagai contoh, sebagai bahan bakar, DME harus memiliki kemurnian minimum 98.5 wt.%. Salah satu proses terkini yang efektif meningkatkan efisiensi dehidrasi metanol adalah melalui proses distilasi reaktif (reactive distillation), yang menggabungkan dehidrasi metanol dan separasi DME pada single reaktor. Tekanan operasi dapat ditingkatkan untuk meningkatkan laju reaksi dan mengurangi penalti energi untuk proses separasi dengan kondisi optimal adalah sekitar 11 bar dan 130–150°C.

Sedangkan proses produksi DME secara langsung (direct) melibatkan konversi CO atau CO2 bersama hidrogen menjadi DME dalam satu reaktor. Proses ini lebih efisien karena lebih simple, laju reaksi yang lebih tinggi, dan mengurangi rasio recycle. Namun, saat ini, proses ini masih dalam pengembangan dan belum pada tahap komersial. Beberapa industri global yang saat ini sedang mengembangkan proses ini termasuk diantaranya Topsoe, Air Products & Chemical, JFE, KOGAS, and KIT.

Proses Inti: Gasifikasi

Teknologi gasifikasi merupakan kunci dalam proses produksi DME, khususnya pada proses produksi DME secara indirect yang saat ini umumnya digunakan pada skala komersial. Teknologi gasifikasi memiliki kemampuan untuk mengubah berbagai bahan material organik, seperti biomass, batubara dan sampah organik maupun plastik menjadi gas sintetis (syngas), dalam kondisi oksigen yang dibatasi. Produk utama gasifikasi adalah syngas dengan komposisi utama CO dan H2. Dalam perkembangannya, teknologi gasifikasi ini dapat dikategorikan dalam berapa generasi (Gen), yaitu:

Gen-1: Fitur utama nya adalah sistem dengan operasi pada tekanan tinggi dengan bahan baku batubara dan biomassa. Pemegang lisensi dan pengembang teknologi ini sangat beragam termasuk diantaranya Air Product, Conocophillips, Shell, Siemens, KBR, Lurgi, Mitsubishi, U-gas, Uhde dan Prenflow

Gen-2: Berbeda dengan teknologi generasi pertama, teknologi gasifikasi generasi kedua selain menggunakan media gasifikasi udara (air) atau oksigen, prosesnya juga menggunakan aplikasi plasma yang bertujuan untuk meningkatkan konversi material organik dengan tekanan operasi pada tekanan ruang.

Plant Gen-3 Gasification, berbasis electrodeless Plasma

Gen-3: Memiliki fitur yang hampir sama dengan Gen-2, namun menggunakan teknologi plasma yang tidak berelektroda, sehingga kinerja dapat lebih terjamin dengan downtime yang minimum karena tidak diperlukan penggantian elektroda, sebagaimana Gen-2. Selain itu, luas area plasma yang dihasilkan jauh lebih besar dengan temperatur operasi plasma hanya sekitar 2,000°C, sehingga dari sisi kebutuhan input energi, Gen-3 menawarkan efisiensi yang dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan Gen-2 yang umumnya berbasis Plasma DC Arch dan Radio Frequency Inductive Coupling Plasma (RF-ICP).

Aspek Teknoekonomi

Pada umumnya, saat ini produsen DME menggunakan teknologi Gen-1. Untuk mencapai keekonomian, plant DME harus memiliki kapasitas besar hingga 10,000 ton per hari. Sehingga dengan demikian diperlukan investasi awal (capital cost) yang tinggi dalam pembangunannya, sebagaimana plant Mitsubishi Chemical di Niigata, Jepang, yang berkapasitas 240 ton per hari, dengan bahan baku metanol melalui jalur pipa.

Plant Mitsubishi Chemical di Niigata, Jepang
Plant Biofriends di Boeun, Korsel

Namun, perkembangan terkini membuka opsi terhadap pembangunan plant DME dengan kapasitas kecil dan menengah namun dengan aspek ekonomis yang kompetitif terhadap kapasitas besar. Hal ini dapat dicapai dengan kinerja konversi yang efektif dan efisien khususnya pada proses sintesis dehidrasi metanol dengan katalis terbaik, sehingga memungkinkan bagi plant berkapasitas 14 ton/hari (~5.000 ton/tahun) dengan investasi kurang dari 6.5 juta dollar AS memiliki periode pengembalian (payback period) kurang dari 5 tahun. Salah satunya adalah plant Biofriends, Inc. di Boeun, Korea Selatan. Dengan proses yang sama, pembangunan plant ini direncanakan akan dibangun di beberapa lokasi tersebar di tanah air, dengan memanfaatkan sumber daya alam lokal, khususnya batubara kalori rendah. (*)

Natarianto Indrawan, Ph.D.
  • Penulis adalah Founder dan CEO FlexiH, sebuah perusahaan energi yang fokus pada dekarbonisasi industri di Amerika Serikat. Sebagai mantan peneliti Departemen Energi, Amerika Serikat, Penulis pernah terlibat dalam beberapa proyek strategis, termasuk saat penyusunan U.S. National Clean Hydrogen Strategy and Roadmap, sebagai acuan perkembangan industri hidrogen Amerika Serikat. Untuk mendukung pembangunan sektor energi bersih di tanah air, Penulis merupakan Founder dan Komisaris Utama Bumar Energi, serta Co-Founder dan Komisaris PT Cakrawala Synergy Tech. Di regional, khususnya ASEAN, Penulis saat ini juga terlibat sebagai konsultan aktif dalam pengembangan industri hidrogen dan energi bersih di Malaysia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.