JAKARTA I GlobalEnergi.co – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) meminta Petronas mempercepat pelaksanaan proyek pengembangan Lapangan Hidayah di Blok North Madura II agar dapat memulai produksi (onstream) pada akhir 2026.
Proyek ini menelan investasi kurang lebih 3,5 miliar dollar AS (Rp 56,78 Triliun, asumsi kurs Rp 16.225) dan ditargetkan produksi awal sebesar 10.000 BOPD serta diproyeksikan mencapai puncak produksi hingga 25.276 BOPD. Cadangan minyak yang akan dikembangkan mencapai 88,55 juta barel hingga tahun 2041.
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan, pentingnya percepatan proyek tersebut untuk memenuhi kebutuhan minyak nasional yang saat ini tengah mendesak.
“POD I Lapangan Hidayah disetujui pada 30 Desember 2022, dengan target produksi awal di kuartal I 2027. Tapi kita berupaya supaya tanggal 31 Desember tahun depan sudah on-stream,” kata Djoko dalam FID Engagement for the Hidayah Development Project di Jakarta, Kamis (9/1/2025).
Menurut Djoko, percepatan proyek ini selaras dengan arahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk meningkatkan lifting minyak menjadi 630.000 barel per hari (BOPD) sesuai target APBN.
“Jika Lapangan Hidayah bisa onstream akhir tahun depan, akan menjadi kontribusi signifikan untuk mendukung target tersebut,” ungkap Djoko.
Lapangan Hidayah berada sekitar 7 km di utara Pulau Madura, ditemukan melalui pengeboran sumur Hidayah-1 pada 7 Januari 2021.
“Di tengah dominasi temuan gas, Lapangan Hidayah membawa angin segar dengan potensi minyak yang signifikan. Ini adalah prioritas mengingat kebutuhan minyak nasional semakin tinggi,” kata Djoko.
Proyek pengembangan ini direncanakan dalam dua fase. Fase pertama meliputi pembangunan empat sumur produksi, Central Processing Platform (CPP) dengan konsep normally unmanned, fasilitas penyimpanan terapung (Floating Storage Offloading/FSO), dan pipa penyalur sepanjang 1 kilometer.
Fase kedua akan mencakup pembangunan tiga sumur produksi tambahan, empat sumur injeksi, serta Wellhead Platform (WHP). Keputusan fase kedua akan bergantung pada hasil produksi fase pertama.
Djoko juga menyoroti, risiko utama yang perlu diantisipasi, termasuk potensi keterlambatan tender untuk pekerjaan FSO, ketersediaan kapal berbendera Indonesia, dan proses pembelian material dengan waktu pengiriman panjang.
“Proses fabrikasi dijadwalkan mulai Februari 2025. Semua pihak harus memastikan eksekusi proyek berjalan lancar dan tidak terjadi keterlambatan,” ujarnya.
Petronas Vice President of International Assets of Ustream Hazli Sham Kassim menyampaikan, Petronas menjalankan proyek ini sesuai jadwal. Proyek Lapangan Hidayah sebagai salah satu prioritas utama perusahaan dan bukti komitmen jangka panjang Petronas di Indonesia.
“Proyek ini menjadi tonggak penting bagi kerja sama Malaysia dan Indonesia. Kami optimistis dapat mencapai target produksi, dengan dukungan dari SKK Migas dan mitra lokal,” kata Hazli.
Hazli mengungkapkan, Petronas telah beroperasi di Indonesia selama lebih dari dua dekade dengan sembilan Production Sharing Contract (PSC) yang mencakup Ketapang, North Madura II, dan Bobara. Dalam jangka panjang, perusahaan menargetkan peningkatan produksi minyak lebih dari 50% hingga 2030.
Hazli juga menyebutkan, capaian-capaian signifikan proyek, termasuk pengadaan kontrak EPCIC (Engineering, Procurement, Construction, Installation, and Commissioning) dan proses tender tahap dua untuk FSO. Tahap fabrikasi dijadwalkan dimulai pada Februari 2025.
“Kerja sama erat antara tim proyek Petronas, SKK Migas, dan para mitra menjadi kunci keberhasilan proyek ini,” katanya.jef