Wajah sumringah terpancar jelas di wajah Achmad Marnawi (24). Betapa tidak perjuangan ‘menyulap’ lahan kritis menjadi lahan produktif di desanya Bandang Dajah, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur akhirnya membuahkan hasil. Melalui program eco eufarming PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) bisa menikmati hasil panen perdana, sayuran dan buah-buahan organik.
Terus terang, Marnawi mengaku, tak menyangka lahan kering di desanya akhirnya bisa ditanami buah dan sayuran dengan sistem eco eufarming. Sebenarnya warga Bandang Dajah ini memahami potensi lahannya bisa ditanami buah dan sayuran.
“Hanya saja kita tak tahu bagaimana caranya. Dan akhirnya lewat PHE WMO ini memperkenalkan model menanam eco eufarming. Dan terbukti berhasil,” kata Ketua Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera itu dengan logat khas Madura.
Kini warga Desa Bandang Daja bisa memperoleh pendapatan tambahan dari hasil panen sayuran dan buah-buahan sehat dan organik. Selain itu hasil panen juga bisa dinikmati warga sekitarnya. “Dari pada jauh-jauh beli ke pasar kita bisa antar kepada warga yang mau beli,” tutur Marnawi.
Untuk panen kali ini, ia menargetkan, bisa menghasilkan sektia empat ton buah-buahan. Dimana untuk semangka dijual seharga Rp 8.000 per kg, melon Rp 10.000 per kg dan timat Rp 7.000 per kg.
Marnawi sendiri aktif mendampingi kegiatan CSR di Program Eco Edufarming, sekaligus menggerakkan pemuda desa untuk mengoptimalkan berbagai sumber daya dan mendukung program-program yang digagas oleh perusahaan maupun pemerintah. Semula masyarakat desa tersebut lebih memilih merantau karena lebih menjanjikan, padahal terdapat potensi air tanah untuk pertanian holtikultura yang belum termanfaatkan secara optimal.
Dengan dedikasi yang tinggi, ia tidak hanya berperan sebagai pemimpin kelompok tani, tetapi juga sebagai fasilitator yang aktif memberikan pemahaman dan pelatihan mengenai pengelolaan pertanian berkelanjutan kepada masyarakat.
Marnawi secara rutin mengedukasi siswa-siswa madrasah, petani muda, dan kelompok masyarakat lain tentang pentingnya teknik pertanian ramah lingkungan, pemanfaatan teknologi tepat guna, serta inovasi dalam pertanian yang dapat meningkatkan hasil panen dan kesejahteraan desa. Marnawi saat ini juga sudah melakukan replikasi program pertanin di lahannya.
“Sebelum program ini, kami pemuda desa ini merasa tidak banyak harapan jika ingin maju di desa ini. Program Eco-edufarming PHE WMO ini memberikan kami semangat baru, bahwa kami memiliki kesempatan untuk berkembang dan melakukan sesuatu untuk meningkatkan kesejahteraan dan memajukan desa ini melalui pertanian, hal yang selama ini tidak pernah kami bayangkan bisa terjadi,” tuturnya.
Konsep One Belt One Road
Sementara PHE WMO, bagian dari Zona 11 Regional Indonesia Timur, Subholding Upstream Pertamina mengimplementasikan inovasi sosial program eco-edufarming di Desa Bandang Dajah, Kecamatan Tanjung Bumi, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Program yang mengaplikasikan pertanian regeneratif berbasis teknologi tepat guna itu merupakan upaya rehabilitasi lahan kritis yang juga ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Kawasan pesisir biasanya memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik, sehingga kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman. Secara sosial, diperlukan peningkatan kapasitas masyarakat di pesisir dalam mengoptimalkan sumber daya alam (SDA) khususnya lahan kering yang selama ini tidak termanfaatkan.
“Program ini merupakan bagian dari rencana besar PHE WMO kepada masyarakat khususnya di wilayah pesisir utara Kabupaten Bangkalan yang kami sebut One Belt One Road (OBOR). Kami ingin masyarakat Bangkalan menjadi masyarakat sejahtera, dimana programnya ditekankan pada aspek lingkungan, pendidikan, ekonomi, dan sosial,” ujar Manager Field PHE WMO, M Basuki Rakhmad dalam keterangannya, Selasa (15/10/2024).
Dijelaskan, program pertanian holtikultura dengan teknologi tepat guna ala PHE WMO merupakan hal baru dan satu-satunya di Kabupaten Bangkalan.
“Kami ingin program ini menjadi solusi permasalahan lahan kritis di pesisir dan mendorong pemuda lokal untuk bangga dan berjuang untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan desanya melalui pertanian,” katanya.
Dalam menjalankan konsep OBOR ini, PHE WMO memiliki program yang berbeda di masing-masing wilayah program, karena disesuaikan dengan kebutuhan dan potensi masyarakat setempat. Beberapa program besar yang telah dikembangkan PHE WMO di antaranya adalah Pelestarian Hutan Mangrove mulai 2014 -2020, Pemberdayaan Nelayan mulai tahun 2018-2021. Program Salt Centre Terintegrasi berjalan sejak 2018-2023 serta Petani Holtikultura di tahun 2024 ini.
Eeco-edufarming Bandang Dajah sendiri berawal dari program Himpunan Pemakai Air Minum (Hippam) “Sumber Barokah” yang sejak tahun 2007 mengaliri 400 rumah kepala eluarga (KK). Latar belakang pendirian Hippam ini karena masyarakat di tiga desa di kecamatan Tanjung Bumi yaitu desa; Bandang Dajah, Tanjung Bumi, dan desa Telaga Biru saat itu kesulitan mendapatkan air bersih. Mereka harus berjalan menempuh jarak tiga km dan berjalan selama satu jam untuk mendapatkan air.
Merespons kondisi tersebut, kemudian PHE WMO memberikan bantuan pompa air kepada Kelompok HIPAM Sumber Barokah, Dusun Dangka Raya, Desa Bandangdaja, Kecamatan Tanjung Bumi. Penguatan kelembagaan kelompok ini juga difasilitasi PHE WMO dengan membentuk Hippam Sumber Barokah. Dalam penggunaan air bawah tanah tersebut, PHE WMO memastikan bahwa cadangan air di Bandang Dajah masih cukup dengan melakukan studi cadangan air.
Berdasarkan hasil studi, diketahui bahwa cadangan air tanah mencapai 51Juta m3/tahun dengan potensi penggunaan untuk dapat digunakan dalam kegiatan domestik dan usaha lainnya mencapai 6,6 juta m3/tahun. Yang itu artinya, cadangan air di Desa Bandang Dajah masih surplus mencapai 44 juta m3/ tahun.
Cadangan air yang besar di Desa Bandang Dajah ini dikarenakan desa ini masuk ke dalam aliran cadangan air tanah (CAT) Ketapang-Bangkalan. Pengelolaan Hippam Sumber Barokah tidak hanya dikembangkan untuk kegiatan domestik, tetapi juga sudah dikembangkan untuk kegiatan usaha bagi masyarakat setempat, baik itu untuk olahan makanan hingga usaha air galon isi ulang.
PHE WMO mulai melakukan pemetaan potensi maupun tantangannya, mulai dari pemetaan lahan pertanian, memahami kondisi lahan kering serta tanaman yang bisa tumbuh dipermukaan tanah kering hingga menentukan delapan titik sumber air yang bisa digunakan. Melalui berbagai macam pemetaan lingkungan dan demografi masyarakat ditetapkanlah aplikasi model pertanian regeneratif berbasis teknologi tepat guna sebagai upaya rehabilitasi lahan kritis di Bandang Dajah.
Pengelolaan program ini dilakukan bersama dengan Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera sebanyak 15 orang dengan memanfaatkan satu ha area demplot pertanian atau kebun percontohan. Sebagai upaya memanfaatkan sumber air untuk pertanian secara bijak dilakukanlah instalasi sistem irigasi tetes dan pengolahan lahan menggunakan serabut kelapa untuk membantu penghematan air. Serabut kelapa ini sebelumnya dibuang dan dibakar, tetapi sekarang menjadi media tanam sehingga air tidak ngerembes dan tidak menguap.
Lakukan Pelatihan
Selain pengolahan lahannya, dalam proses perawatan tanaman, kelompok juga melakukannya secara organik. Desa Bandang Dajah yang hampir 80% penduduknya memiliki hewan ternak memiliki masalah banyaknya kotoran hewan yang tidak dioptimalkan sehingga menjadi pencemaran udara. Selanjutnya PHE WMO melakukan kegiatan pelatihan kepada kelompok untuk membuat produk penunjang pertanian dari limbah mulai dari kompos, pupuk organic cair (POC) dan mikroorganisme lokal (MOL). Dengan adanya produk penunjang pertanian mampu mencegah atau mengurangi potensi gagal panen.
Adapun tanaman yang dibudidayakan adalah 11 varietas tanaman mulai dari cabe colombus, bunga kol, tomat, sawi, semangka, blewah, serta melon. Budi daya melon juga dilakukan dengan sistem Machida, satu tanaman bisa menghasilkan hingga 15-20 buah.
Selain itu, terdapat teknologi yang diterapkan untuk menunjang pertanian di eco-edufarming Bandang Dajah, yakni rain harvesting (pemanenan air hujan). Ini merupakan metode untuk mengumpulkan dan menyimpan air hujan yang berasal dari atap bangunan atau permukaan lain dan juga dari embun. Selain itu terdapat atmosfering rain harvesting di mana metode untuk mengumpulkan air dari kelembapan suhu suatu permukaan.
Tidak hanya itu, terdapat juga teknologi soil nutrient sensor untuk mengetahui unsur kesuburan tanah sehingga dapat diketahui treatment yang sesuai dengan unsur tanah tersebut. Serta teknologi energi terbarukan untuk mendorong kinerja pompa air yang digunakan untuk irigasi pertanian.
Sementara GM Zona 11 Zulfikar Akbar mengatakan, PHE WMO memiliki sejarah hubungan yang kuat dengan Kabupaten Bangkalan, khususnya masyarakat pesisir, dimana mereka adalah tetangga terdekat wilayah operasi kami.
“Sebagai tetangga terdekat, kami tentu berharap yang terbaik agar masyarakat pesisir semakin maju dan sejahtera. Hal ini sejalan dengan rencana strategis kami yang dituangkan dalam Konsep One Belt One Road (OBOR), “ katanya. agung kusdyanto