Seperti kita ketahui beberapa tahun terakhir ini, penemuan lading gas di Indonesia lebih sering ditemukan dibandingkan minyak bumi. Ini merupakan karunia di sektor energi bagi negara ini. Hanya saja kelebihan gas ini bebenarnya belum dapat dikatakan lebeihan gas bumi. Mengapa?
Berbagai kenyataan kita temukan. Misalnya gas di suatu daerah melimpah, tetapi belum bisa dinikmati keseluruhan karena terbatasnya pipa gas. Sebut saja di Jatim dimana terjadi kelebihan gas, sementara sejumlah industry menyatakan butuh aliran gas. Tak teraliri gas tersebut, karena belum adanya jaringa pipa yang dapat mnengubungkan dari sumber gas kepada industri yang membutuhkan.
SKK Migas menilai produksi gas nasional yang sedang tumbuh bisa menjadi peluang baru. Sebab, saat ini salah satu tantangan pengembangan lapangan gas di Indonesia adalah infrastruktur gas yang masih minim sehingga menyulitkan offtaker.
Misalnya kondisi surplus gas di Jawa Timur. Meskipun pipa Cirebon Semarang tahap I sudah selesai, tapi masih perlu akselerasi. Untuk menyiasati surplus tersebut, Kurnia menilai ada pengembangan mini LNG dan CNG.
Ada beberapa wilayah yang sulit dilalui dengan gas pipa, bisa ditempuh melalui CNG. Ini sangat membantu karena harganya masih lebih murah dari LPG. Saat ini LPG nonsubsidi dibanderol Rp 17 ribu per kilogram. Sedangkan CNG sampai ke pelanggan bisa mencapai Rp 11 ribu-Rp 15 ribu per kilogram. Ini cukup kompetitif untuk bisa menggantikan LPG nonsubsidi yang mostly masih impor.
Karena itu perlumnya secara paralel sedang melakukan identifikasi sumber gas hulu yang bisa mengganti LPG. Elpiji coba kita identifikasi hulunya. Jadi sumber gas lapangan gas yang rich c3 dan c4 kita identifikasi. Nanti dari situ kita kan harus bangun kilang elpiji berapa jumlahnya bisa ditambahkan untuk produksi dalam negeri.
Opsi lain yang akan diambil pemerintah adalah dengan lebih banyak menggunakan sumber gas yang sudah ada yakni dengan pemanfaatan gas pipa, jaringan gas (jargas), dan penggunaan compressed natural gas (CNG). Kita harus mengupayakan supaya CNG bisa lebih banyak dipakai, karena hrga lebih murah.
Memang, Pemerintah Indonesia harus menyiapkan menyiapkan langkah besar dalam dunia energi dengan mempertimbangkan penggunaan Compressed Natural Gas (CNG) dan Liquified Natural Gas (LNG) sebagai alternatif elpiji. Melihat kenyataan ini beberapa perusahaan telah mulai mengembangkan kedua jenis gas alam ini, namun masih menantikan payung regulasi yang solid.
Payung hukum tersebut amat diperlukan yang diharapkan akan membawa angin segar bagi wilayah-wilayah Indonesia yang sulit mendapatkan akses gas melalui pipa.
Seperti diketahui, Secara sederhana, CNG adalah gas alam yang selah menjalani proses kompresi pada tekanan tinggi, umumnya mencapai 200 bar atau lebih.
Mengutip PGN LNG, proses ini bertujuan untuk memadatkan gas sehingga volumenya menjadi sekitar 1/250 dari volume gas alam pada kondisi normal. Dengan begitu, CNG dapat disimpan dan didistribusikan secara lebih mudah dan efisien, biasanya dalam bentuk tabung silinder bertekanan tinggi.
CNG bukan satu-satunya produk hasil olahan gas alam, sebab ada pula yang namanya liquified natural gas (LNG), atau gas alam yang dicairkan melalui proses pendinginan pada suhu sangat rendah. Secara umum, kandungan metana pada CNG lebih tinggi (95%). *