Nurwahidi : Kembangkan CNG Jadi Salah Satu Solusi

oleh -85 views
oleh



Potensi gas bumi di wilayah Jawa Timur akan terus melimpah. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat masih terdapat potensi tambahan produksi gas bumi dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) berada di wilayah ini.

Total potensi tambahan tersebut berasal dari KKKS Pertamina EP Region 2 yang memiliki potensi tambahan pasokan gas bumi dari zona 7 dan 5 sebesar 90 MMscfd (juta kaki kubik per hari). KKKS Petronas Carigali Ketapang II Ltd. memiliki potensi dari Lapangan Bukit Panjang sebesar 40 – 50 MMscfd mulai tahun 2026 hingga 2033.

Sedangkan, KKKS Husky-CNOOC Madura Ltd. memiliki potensi kapasitas produksi hingga 318 MMscfd dengan serapan saat ini hanya berkisar 210 MMscfd, sehingga terdapat potensi volume gas bumi lebih dari 100 MMscfd.

Sebelumnya SKK Migas melaporkan angka oversupply gas di Jatim telah mencapai 173 MMscfd, posisi potensi lifting gas (sesuai WP&B) per Desember 2023 mencapai MMscfd. Sedangkan serapan dari hilir seperti PLN hingga Petrokimia Gresik hanya 574 MMscfd.

Bahkan berdasarkan proyeksi yang disampaikan SKK Migas, bila sejumlah wilayah kerja (WK) migas di Jawa Timur dan Jawa Tengah jadi mengembangkan temuan lapangan gasnya maka potensi produksi gas akan bakal naik terus sampai titik puncak produksi pada rentang tahun 2030. Saat itu, kondisi pasokan gas berlebih atau oversupply di wilayah Jawa Timur diperkirakan mencapai sekitar 200 MMscfd.

Persoalan ‘ancaman’ oversupply gas di Jatim menjadi perhatian khusus dalam reuni alumni Fakultas Teknik Mesin ITS Tahun 1984 – M 27 mengadakan reuni mulai 25 Mei hingga 26 Mei 2024 lalu. Dimana dalam pembukaan reuni digelar Kuliah Tamu dari Senior untuk Yunior Teknik Mesin ITS yang di Kampus ITS, Sabtu (25/5/2024) pagi hingga siang dengan mengambil tema “Jawa Timur Over Supply Gas, Bisakah Mendukung Ketahanan Energi Jawa Timur?”.

Tampil sebagai pembicara pertama Nurwahidi, mantan Kepala SKK Migas Jabanusa yang sekaligus alumnus Fakultas Teknik ITS it. Ia menegaskan, Jatim mempunyai potensi besar gas yang hingga kini belum optimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. “Hal ini dikarenakan belum membaiknya infrastruktur. Terutama pipa-pipa gas yang belum ada di sejumlah kawasan industri,” katanya.

Nurwahidi mengatakan, tahun 2023 potensi Lifting gas Jatim dan Jateng kisaran 750 MMscfd, sedangkan serapannya rata-rata hanya 557 MMscfd. Jadi masih ada kelebihan gas sekitar 190 MMscfd. Sampai saat ini belum ada penambahan pembeli gas yang signifikan, sehingga rencana pengembangan lapangan gas lainnya menjadi tertahan karena belum ada buyernya.

“Ini yang harus kita pikirkan. Bagaimana caranya infrastruktur terbangun dengan baik, terutama untuk pipa-pipa dengan tujuan sejumlah kawasan industri yang selama ini membutuhkan gas,” katanya.

Menurut dia, jika gas di Jatim-Jateng dapat dimanfaatkan secara optimal sudah pasti akan berdampak positif kepada ketahan energi, khususnya di Jatim.

“Ujung-ujungnya nanti sudah pasti akan berdampak positif kepada pertumbuhan ekonomi di provinsi ini,” katanya.

Lalu bagaimana jalan keluarnya? Tentang ini Nurwahidi mengatakan, semua kembali kepada stakeholder. Sejauh mana mereka cepat membangun infrastruktur agar semua produksi gas tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Dia juga menyoroti ekspor gas ke sejumlah negara. Produksi gas dalam negeri sekitar 68 persen dikonsumsi dalam negeri. Kelebihannya sebagian besar diekspor.

“Andai gas yang diekspor diperuntukkan kebutuhan dalam negeri dalam bentuk untuk kebutuhan gas rumahan, maka kita akan lebih berhemat dengan mengurangi impor LPG. Apalagi bila industri yang saat ini menggunakan BBM bisa kita ganti ke gas, maka akan terjadi pengurangan impor minyak yang sangat signifikan. Ini harus menjadi pemikiran kita semua, agar gas yang diproduksi di dalam negeri dapat mengurangi kebutuhan terhadap impor,” katanya.

Menggalakkan dan memberi kemudahan pada perusahaan lokal untuk ikut berinvestasi dalam memasarkan gas melalui metode CNG maupun mini-LNG, juga merupakan salah satu solusi tepat mempercepat komersialisasi gas di Jatim, tambahnya.

Dalam acara yang dimoderatori Atok Setiyawan tersebut tampil sebagai pembicara kedua Yakni Arif Fauzan, mantan Senior Vice President PT Pupuk Indonesia. Dia mengatakan kebutuhan gas untuk industri pupuk memang vital. Kebutuhan gas Pupuk Indonesia saat ini sekitar 870 mmscfd. Keberadaan gas sangat mendukung pada produksi pupuk di Indonesia. Seperti diketahui PT Pupuk Indonesia merupakan pengguna pupuk nomor tiga terbesar setelah PLN dan Industri lainnya.

“Kalau di suatu daerah diproduksi gas dengan tingkat umur 15-20 tahun produksinya, maka di situ bisa dibangun pabrik pupuk,” katanya.

Sementara itu pembicara ketiga Argo Rusdibyo mantan Senior Manajer dari K3S PGN Saka mengatakan, saat ini untuk mencari migas tidak semudah awal-awal dulu. Sekarang lapangan semakin sulit. Di samping itu untuk memproduksi migas mata rantainya panjang.

“Sebuah lapangan yang sudah ditemukan migasnya membutuhkan waktu yang tak sedikit. Sebuah sumur itu baru berproduksi sekitar 10 tahun kemudian,” katanya.

Dalam acara tersebut hadir baik para mahasiswa, dosen dan alumni sekitar 100 orang. Dalam kuliah tamu tersebut mendapat sambutan yang cukup meriah dari para mahasiswa dan mahasiswi. Setidaknya ada 10 penanya yang kesemuanya dijawab langsung oleh pembicara. Setelah usai kuliah tamu, peserta reuni melanjutkan acaranya ke Sarangan, Magetan Jatim.

“Di Magetan kami juga akan duduk bareng untuk membicarakan berbagai persoalan terkait dengan perkembangan ITS, terutama Fakultas Teknik Mesin ITS ke depannya,” kata Nurwahidi yang juga Ketua Panitia Reuni tersebut.

Buka Pasar Baru
Sementara Kepala Departemen Komersialisasi Gas Bumi SKK Migas Syarif Maulana Chaniago mengatakan, dengan besarnya tambahan potensi gas tersebut, SKK Migas terus mendorong pembangunan infrastruktur untuk distribusi gas bumi ke kawasan industri di sekitar wilayah kerja maupun di luar wilayah kerja. “Ini juga untuk membuka pasar baru untuk memaksimalkan penyerapan gas bumi nasional,” kata Syarif dalam Forum Gas Bumi 2024 di Bandung, Kamis (20/6/2024).

Syarif menjelaskan, pemerintah menunjukkan komitmennya dalam memastikan optimalisasi penyerapan gas bumi tersebut, salah satunya dengan membangun pipa Cirebon – Semarang Tahap II sepanjang 245 km dengan anggaran APBN sebesar Rp 3,07 Triliun.

Konstruksi proyek tersebut diproyeksikan berjalan selama 17 bulan, mulai Juli 2024 hingga Desember 2025. Pembangunan dilaksanakan secara paralel, yakni ruas Batang – Pemalang (+/- 63 km), Pemalang – Cirebon (+/- 108 km), dan Cirebon – Kandang Haur Timur (KHT) (+/- 74 km). “Besaran toll fee diharapkan tidak lebih dari 0,5 dollar AS/MMSCF,” kata dia.

Kementerian ESDM sendiri akan membuka tender kontraktor Proyek pipa gas Cirebon-Semarang (Proyek Cisem) Tahap II pada Juli 2024. Proyek ini akan digarap menggunakan dana dari Kementerian ESDM sebesar Rp 3 triliun. “Akan tender, kemarin Proyek Cisem tahap I digarap PT PP, sekarang kami konteskan lagi,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif di Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Pembangunan pipa gas Cisem ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional yang diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN. Arifin menyebut tender kontraktor proyek ini baru akan dibuka.

“Nanti bulan depan, karena harus dibereskan dahulu administrasi dan izin-izinnya,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Arifin mengatakan dirinya baru saja menemui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk membahas terkait proyek Cisem tahap II ini. Arifin menyebut, dalam tahap II proyek ini berpotensi melewati daerah kewenangan Kementerian PUPR.

“Jadi kami minta Pak Menteri Basuki untuk membantu, agar bebas akses dan biaya rendah sehingga energi bisa tersalur dengan murah,” ucapnya.

Arifin mengatakan setelah merampungkan proyek Cisem tahap II ini, pemerintah segera melanjutkan pembangunan pembangunan proyek pipa gas ruas Dumai-Sei Mangkei yang melintang dari Riau ke Aceh.

“Supaya kita tidak perlu mengirim cas alam cair atau LNG dari Papua ke Aceh, kan ongkosnya jadi mahal. Jadi kita pakai gas. Apalagi kalau Blok Andaman sudah produksi itu bisa nyambung,” kata dia.

Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Laode Sulaeman mengatakan, untuk meningkatkan penyerapan gas bumi, pemerintah terus mengupayakan pembangunan infrastuktur penyaluran gas bumi dari produsen ke pengguna terutama di derah-daerah penghasil gas bumi.

“Untuk itu, perlu adanya sinergi dari semua pihak agar pasokan gas dan penyalurannya dapat berjalan bersama,” kata dia.

Tidak Menunda
Kendati demikian, SKK Migas meminta agar produsen gas bumi atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk tidak menunda-nunda proyek yang akan dijalankan. Pasalnya, potensi kebutuhan gas bumi di tanah air cukup besar. Apalagi pemerintah juga terus mendorong pembangunan infrastruktur agar suplai gas bumi yang ada dapat didistribusikan dengan baik.

Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas Rayendra Sidik mengatakan, saat ini terdapat wacana Indonesia memiliki pipa gas dari Aceh hingga ujung Jawa, yang sebagian di antaranya sudah terbangun.

“Tapi ada beberapa ruas yang belum tersambung, yakni pipa ruas Cisem 2, Dumai-Sei Mangkei, dan Natuna-Pulau Batam,” kata Rayendra.

Rayendra menerangkan, kebutuhan gas bumi terbesar berada di Pulau Jawa. Hanya saja, produksi gas bumi nasional tidak hanya di Pulau Jawa, sehingga inilah tantangan yang harus dipenuhi untuk membawa gas bumi ke pusat permintaan yang ada.

“Demand pupuk terbesar di Jawa Barat, Pupuk Kujang di Cikampek, kelistrikan ada PLTGU Jawa I dan sektor industri,” ujarnya.

Menurut Rayendra, kebutuhan gas di Jawa Barat tidak hanya dipenuhi dari Jawa Barat, namun juga dari luar, khususnya Sumatra. Selain dipasok dari luar, yakni dengan gas alam cair (LNG) yang digunakan PLN, sebagian lainnya dipasok melalui pipa milik PT Pertamina Gas Negara Tbk.

“Tapi masih ada demand yang belum terpenuhi. Untuk itu, ada peluang gas dari Jawa Timur dibawa ke Jawa Barat,” kata dia.

Gas ini yang nantinya akan didistribusikan melalui pipa Cirebon-Semarang (Cisem). Saat ini, pipa yang sudah terbangun adalah pipa eksisting dari Pulau Kangean, Gresik-Semarang, dan Cisem tahap I. Sementara, Cisem tahap II direncanakan mulai dibangun tahun ini dan bisa dioperasikan pada akhir 2025.

Rayendra mengungkapkan gas bumi yang akan dibawa ke Jawa Barat merupakan produksi dari Jawa Timur yang belum optimal pemanfaatannya. Bahkan, untuk rencana jangka panjang, ada proyek-proyek yang tengah diigarap KKKS dapat mengisi kebutuhan gas bumi, baik di Jawa Timur maupun Jawa Barat.

“Produsen gas Jawa Timur dan Jawa Tengah, beberapa pun gas yang diproduksikan, pasar siap menampung. Dengan pipa yang ada, gas bisa disalurkan ke Jawa Barat,” kata dia.

Rayendra menambahkan setelah kebutuhan gas di Jawa Barat bisa terpenuhi, maka pasokan gas dari Sumatra bisa mulai dikurangi. Gas tersebut dapat dialokasikan ke Batam, yang kebutuhannya juga tinggi.

“Pesan kami kepada produsen gas, demand sangat terbuka. Jangan menunggu lagi. Produksi sebanyak-sebanyak, jalan tol-nya sudah kita siapkan,” kata dia.

Koordinator Pengaturan Akun, Tarif, dan Harga Gas Bumi Melalui Pipa BPH Migas Idham Baridwan mengatakan, untuk penetapan tarif pengangkutan jaringan pipa gas bumi melalui jasa pengangkutan, tarif akan ditetapkan oleh BPH Migas. Sementara untuk tata kelola dari hulu akan diatur oleh pemerintah dan SKK Migas.

Selanjutnya, kata Idham, ada biaya distribusi dan niaga yang diatur oleh Dirjen Migas dengan mengacu ke Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa Pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi.

Idham menerangkan, BPH Migas bertugas dan berfungsi untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi di domestik, salah satunya penetapan tarif kualitas dan harga jaringan gas bumi.

Peningkatan pemanfaatan bumi untuk domestik bisa diutilisasi dari tipe pengangkutan yang sudah ditetapkan tarifnya. Ada sekitar 75 ruas dan 10 transporter saat ini. Namun, hanya 7 ruas yang utilisasinya lebih dari 60%, sisanya lebih rendah dan mayoritas di bawah 45%.

“Nah, mungkin kita perlu bersinergi dari hulu supaya alokasinya seperti apa sekaligus merivisi peraturan mengenai tata cara penetapan tarifnya seperti apa agar kapasitas bisa terutilisasi 100%,” kata Idham.

Ia menuturkan pihaknya sedang menyusun regulasi mengenaireserve capacity agar pipa bisa dimanfaatkan lebih besar. Ke depan, BPH Migas akan melakukan regulasi reserve capacity supaya open acces agar bisa dimanfaatkan oleh piper yang lain.

Menurut Idham, utilisasi pemanfaatan pipa pengangkutan saat ini masih belum maksimal. Hal tersebut yang mendasari BPH Migas akan mengatur bagaimana pemanfaatan pipa bisa affordability, sehingga diharapakan akan meningkatkan utilisasinya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Pertagas Gamal Imam Santoso menungkapkan, Pertamina Group mendukung integrasi ppa teknologi dari Pulau Sumatera yang tersambung hingga Jawa Barat dan Jawa Timur. Tahapan selanjutnya, kata Gamal, akan menyambung untuk ruas pipa yang di Sumatera yang saat ini belum tersambung yaitu ruas pipa transmisi dari Dumai hingga Semangke dengan kapasitas diameter antara 18-24 inci dan dengan panjang pipa tersebut 428 km.

“Tentunya akan dirasakan nanti akan tersambung dengan kawasan yang sudah ada saat ini yaitu kawasan industri Medan dengan targetnya, target kita nantinya ke depan pemerintah di tahun 2027,” kata Gamal.

Gamal menuturkan, manfaat jika pipa tersambung semuanya atas support dari Pertagas maka penyaluran gas dapat tekoneksi dari Jatim ke Jabar. Kedua, intekoneksi supply demand dari Sumatera dan Jawa akan segera bisa terlaksana serta fleksibilitas pengoperasian.
Gamal menjelaskan, pipa terkoneksi mulai dari Sumatera hingga Jawa dengan step pertama yaitu step interkoneksi yang dibagi 3 tahapan yaitu fase mulai dari tahun 2020 hingga 2027 sampai pipa menyambung dari Jawa hingga Sumatera.
Tahap kedua, yaitu tahapan integration dengan melakukan integrasi gas dan pipa, serta integrasi dan skema komersialnya. Tahap terakhir, tahap interoperability dengan skema untuk gas transport agreement maupun gas delivery serta development national transmission menjadi monitoring center.

Ia berharap, sebagai operator, Pertagas sebagai operator CISM milik Kementerian ESDM mendukung integrasi pipa transmisi Jawa Timur dan Jawa Barat untuk mencapai optimalisasi penyelenggaraan gas.erfandi putra, ktn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.