Fasilitas smelter atau pemurnian tembaga milik PT Freeport Indonesia (PTFI) secara resmi beroperasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Kamis (27/6/2024). Peresmian smelter ini dilakukan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadia, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas. Operasional smelter tembaga milik Freeport di Gresik ini akan diresmikam oleh Presiden Joko Widodo paling lambat September 2024 mendatang.
Smelter tembaga single line ini yang terbesar di dunia, karena memiliki kapasitas sekitar 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Output-nya dari smelter ini sekitar 650 ribu ton katoda tembaga dan juga akan bisa dimurnikan di sini pada Desember nanti yaitu lumpur anoda yang akan menghasilkan emas dan perak serta beberapa logam lainnya. Jumlah emasnya kira-kira 50-60 ton dan peraknya 220 ton per tahun.
Seperti diketahui, kebijakan hilirisasi sebenarnya sudah wajib sejak 2014. Namun baru bisa terealisasi 2016 di Morowali yang ekspornya langsung meningkat. Karena itu wajar jika Freeport mulai membangun smelter.
Kita harus mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia yang berkomitmen untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi nasional melalui hilirisasi industri, dan tembaga menjadi salah satu fokus utama. Dalam rangka mendukung kebijakan ini, peran off-takers domestik, termasuk pengguna bahan baku tembaga, menjadi sangat penting dalam proyek Smelter Freeport ini.
Seperti kita ketahui bersama, hingga saat ini, Indonesia masih mengandalkan impor produk hilirisasi tembaga seperti copper tube, copper tape, evaporator tembaga, dan komponen-komponen EV seperti kabel, inverter, dan baterai.
Kehadiran Smelter PTFI diharapkan menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mendorong hilirisasi industri. Smelter PTFI merupakan fasilitas pemurnian tembaga dengan desain jalur tunggal terbesar di dunia, dengan kapasitas pemurnian mencapai 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun. Proyek senilai Rp 58 triliun ini tidak hanya bermanfaat bagi perusahaan konstruksi dalam negeri, tetapi juga menciptakan lapangan pekerjaan dan multiplier effects bagi masyarakat Gresik.
Lalu bagaimana dengan tingkat kemanfaatan eknominya? Dengan beroperasinya smelter tersebut, Indonesia diproyeksikan mampu meningkatkan ekspor tembaga, memperkuat nilai tukar rupiah, dan mencapai kemandirian industri. Hal ini sejalan dengan strategi “natural hedging” pemerintah untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional.
Di samping itu, integrasi dari hulu ke hilir dalam proses produksi tembaga ini menghasilkan royalti yang signifikan bagi negara, baik dari emas maupun perak.
Diharapkan pula, kehadiran smelter ini menjadi motor penggerak hilirisasi industri, khususnya di sektor EV. Pemerintah optimis bahwa dengan hilirisasi industri yang masif, Indonesia dapat menjadi pemain utama di pasar global dan semakin memperkuat ketahanan ekonomi nasional.*