Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menemukan potensi hidrogen alami di Sulawesi. Diharapkan penemuan ini dapat berkontribusi sebagai sumber energi listrik bersih di masa depan.
PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sendiri tengah melakukan studi terkait potensi pengembangan hidrogen alami alias geologic hydrogen di perut bumi Sulawesi. Perusahaan migas pelat merah ini sedang mempelajari prospek pemanfaatan hidrogen murni tanpa kandungan karbon. Direktur Eksplorasi Pertamina Hulu Energi (PHE), Muharram Jaya Panguriseng mengatakan, penjajakan pemanfaatan geologic hydrogen ini berawal dari data studi hidrogen murni yang terpendam di pulau Sulawesi.
Muharrman mengatakan, hidrogen tersebut bisa diperoleh langsung dari alam tanpa harus melakukan elektrolisis. Kegiatan eksplorasi hidrogen murni telah dikembangkan Australia. Hidrogen alami sebagian besar dihasilkan melalui proses geokimia atau serpentinisasi, yang melibatkan reaksi air dengan mineral besi yang mengandung silika rendah.
Di lokasi yang menguntungkan, hidrogen yang dihasilkan dapat terperangkap oleh batuan kedap air dan membentuk lapisan reservoir. “Hidrogen ini diproduksi melalui serpentinisasi. Karena wilayah itu memiliki daerah yang kaya zat besi yang memungkinkan elektrolisis berlangsung secara alami,” kata Muharram dalam agenda Indonesia Data and Economics (IDE) Katadata 2024 bertajuk “Energy as A Driver of Economic Growth” di Kempinski Hotel Indonesia, Selasa (5/3/2024).
Hidrogen murni merupakan sumber energi baru yang cenderung lebih bersih dan berkelanjutan. Muharram mengatakan 1 kilogram hidrogen bisa menghasilkan daya listrik setara 40 kilowatt hour (kWh). Dia melanjutkan, campuran komposisi hidrogen dan gas metan sanggup menjadi bahan bakar pembangkit listrik yang rendah emisi dan berkelanjutan. “Kemampuan bahan bakarnya luar biasa. Tidak perlu ganti pembangkitnya, bisa pakai yang lama,” ujarnya.
Plt. Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid menyatakan, di tahun lalu pihaknya melakukan survei hidrogen alami di Indonesia yaitu di Pulau Sulawesi bagian timur karena daerah tersebut memiliki kondisi geologi ideal untuk terbentuknya gas hidrogen alami.
Dari hasil survei ditemukan rembesan gas hidrogen dengan kandungan 20%-35% di daerah Tanjung Api, dan 9% di daerah Bahodopi, juga gas metana abiogenik dan nitrogen dengan konsentrasi signifikan.
“Meski belum dapat ditentukan keekonomisannya, namun hasil survei membuktikan bahwa sistem hidrogen alami ada di Indonesia. Untuk itu, diperlukan studi lebih rinci untuk mengetahui model generation, migration, dan trapping mechanism-nya,” ujarnya
Sekretariat Badan Geologi, Siti Sumilah Rita Susilawati menyatakan, hidrogen alami masih dalam tahap temuan awal. “Di tahap awal memang kita bisa melakukan penyelidikan potensi keluaran gas di suatu kawasan proyek, di sana bisa dilanjutkan. Sementara ini kita menengarai sumber hidrogen adalah ultra batuan ultra mafik nanti kemungkinannya ada di Maluku dan Papua,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Namun, saat ini belum ada regulasi khusus untuk mengembangkan hidrogen alami. Jika hasil penyeledikan ini lebih konklusif, Badan Geologi akan mengusulkan bekerja sama di Ditjen Minerba untuk menyusun regulasi pengembangan dan eksplorasi hidrogen alami.
Sejatinya hidrogen alami ini merupakan hal yang sangat baru bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia. Saat ini baru Australia yang sudah membuat regulasi mengenai izin hidrogen alami ini di mana digabungkan dengan UU Migas Australia dan sudah mulai melelang sejumlah wilayah kerja Hidrogen alami.
Pusat Survei Geologi (PSG) Badan Geologi juga terus melakukan penelitian untuk mengidentifikasi potensi hidrogen alami yang ada di daerah One Pute Jaya, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Hidrogen dapat menjadi tonggak besar dalam mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Sulawesi Tengah diketahui merupakan daerah yang memiliki sebaran batuan ultramafik yang paling luas di Indonesia. Hal ini menjadikan provinsi tersebut tempat yang menarik untuk memulai pencarian sumber energi hijau hidrogen.
Kepala Pusat Survei Geologi, Hermansyah mengatakan, mata air panas di daerah One Pute terbukti mengandung gas hidrogen alami. Gelembung-gelembung gas yang muncul di kolam mata air ini adalah gas hidrogen yang berasal dari proses serpentinisasi di bawah permukaan bumi.
“Munculnya gas hidrogen ini diperkirakan berhubungan dengan patahan Matano, yang menjadi jalur migrasi gas ke permukaan. Inilah yang membuat gas hidrogen muncul bersama mata air panas One Pute,” kata Hermansyah.
Sementara Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang resmi menjadi penghasil hidrogen hijau (green hydrogen) berbasis panas bumi pertama di Asia Tenggara. Green hydrogen plant (GHP) pada pembangkit energi baru terbarukan (EBT) ini akan memasok hidrogen hijau untuk Hydrogen Refueling Station (HRS) Senayan yang baru diresmikan Rabu, (21/2/2024) lalu. PLTP Kamojang menjadi GHP ke-22 yang dibangun PT PLN (Persero). Hidrogen hijau berbasis panas bumi tersebut dihasilkan dari air kondensasi dari proses produksi listrik PLTP Kamojang.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN berencana menambah kapasitas GHP di PLTP Kamojang sehingga produksi hidrogennya semakin besar. GHP ini menambah kapasitas produksi hidrogen hijau hingga 4,3 ton per tahun.
“Kita ingin mencoba hidrogen hijau dari proses produksi energi baru dan terbarukan murni,” ujar Darmawan.
Dengan demikian, saat ini PLN telah memiliki 22 GHP tersebar di Indonesia yang bisa memproduksi 203 ton hidrogen hijau per tahun. Dari total produksi tersebut, sebanyak 75 ton hidrogen akan digunakan untuk kebutuhan operasional pembangkit. Sedangkan, 128 ton sisanya akan digunakan bahan bakar kendaraan hidrogen.
Ia mengatakan, total kapasitas produksi hidrogen hijau tersebut mampu digunakan untuk 438 mobil dalam setahun, dengan asumsi setiap mobil menempuh jarak 100 km/hari. Hal ini bisa mengurangi impor BBM sebanyak 1,59 juta liter per tahun menjadi energi domestik. “Dari sisi hulunya sudah bisa kita selesaikan, dari hilirnya kita membangun HRS sebagai pilot project, nantinya juga di sini ada hydrogen center,” kata Darmawan.
Perkembangan Hidrogen di AS
Departemen Energi Amerika Serikat memberikan dana untuk proyek-proyek hidrogen bersih di 24 negara bagiannya, Rabu (12/3/2024). Total dana tersebut mencapai 750 juta dollar AS atau setara dengan Rp 11,7 triliun (Kurs= Rp 15.598). Pendanaan ini dilakukan karena Pemerintahan Presiden Joe Biden melihat bahan hidrogen menjadi salah satu alternatif untuk menggantikan bahan bakar fosil. Selain itu, hidrogen juga dapat mengurangi emisi dari industri yang sulit didekarbonisasi seperti aluminium dan semen.
Pendanaan ini disalurkan untuk 52 proyek di negara bagian dari Rhode Island hingga Oregon. Proyek-proyek tersebut bekerja pada enam aspek industri hidrogen, termasuk penelitian dan pengembangan produksi elektrolisis.
“Ini adalah pendekatan yang benar-benar holistik,” kata kepala kantor teknologi hidrogen dan sel bahan bakar, Departemen Energi AS, Sunita Satyapal, dikutip dari Reuters, Kamis (13/3/2024).
Satyapal mengatakan, pendanaa ini akan membantu AS mencapai tujuan Strategi Hidrogen Bersih Nasionalnya. Ini termasuk produksi 10 juta ton hidrogen bersih pada tahun 2030.
Ia juga mengatakan, proyek tersebut akan membantu AS meningkatkan kapasitas elektrolisisnya menjadi 10 GW, Dengan demikian, AS bisa menghasilkan 1,3 juta ton hidrogen bersih setiap tahun.
Konsumsi Terus Naik
Menurut International Energy Agency (IEA), bahan bakar hidrogen (hydrogen fuel) memiliki peran penting dalam mendukung transisi dari energi fosil ke energi baru-terbarukan (EBT). IEA mengungkapkan, porsi penggunaan bahan bakar jenis ini masih di bawah 0,1% dari total konsumsi energi final dunia pada 2020. Namun, porsinya ditargetkan terus naik dalam beberapa dekade mendatang.
“Pada 2030 (penggunaan bahan bakar hidrogen) akan menjadi 2% dari total konsumsi energi final, dan mencapai 10% pada 2050,” jelas IEA dalam laporan Global Hydrogen Review 2021.
Bahan bakar hidrogen (hydrogen fuel) dilaporkan memiliki emisi yang sangat minim serta bisa menjadi sumber energi untuk peralatan elektronik, kendaraan elektrik, sampai pembangkitan listrik skala besar. Namun, proses produksi energi jenis ini masih sangat mahal, sehingga memerlukan investasi untuk mendorong penelitian dan pengembangan lebih lanjut.
Berdasarkan data IEA, komitmen investasi terbesar di skala global untuk pengembangan energi hidrogen berasal dari Jerman, yakni mencapai 10,3 miliar dollar AS pada 2021. Sedangkan di kawasan Asia, komitmen investasi paling besarnya berasal dari Jepang, yakni 6,5 miliar dollar AS.
“Pemerintah memainkan peran kunci dalam penetapan agenda penelitian (hidrogen), sekaligus adopsi kebijakan yang mendorong sektor swasta untuk berinovasi dan membawa teknologi ini ke pasaran,” jelas IEA. agung kusdyanto, kdt, reuters