JAKARTA I GlobalEnergi.co – PT Pertamina (Persero) akan membangun terminal energi ramah lingkungan dan tercanggih di Indonesia yang dinamakan Jakarta Integrated Green Terminal.
Terminal ini nantinya akan lebih besar dan modern dari Integrated Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Plumpang. Jakarta Integrated Green Terminal nantinya tidak hanya akan menampung bahan bakar seperti LPG, BBM, Gasoline, dan Biodiesel tapi juga dirancang untuk bisa menampung LNG, CPO, UCO (used cooking oil), dan petrokimia. Bahkan juga bisa untuk menampung hidrogen yang diperkirakan akan tumbuh permintaannya di 2030.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina, A. Salyadi Saputra mengatakan terminal ini nantinya akan mendukung ketahanan energi nasional, dan berada di kawasan Kalibaru, Jakarta Utara.
“Jakarta Integrated Green Terminal dirancang untuk menjadi terminal energi dengan standar operasional terbaik di kelasnya dengan penerapan teknologi terbaru dan skala fleksibilitas terbaik untuk memenuhi kebutuhan energi di area Jabodetabek,” kata Salyadi seperti dikutip dari siaran pers, Selasa (8/8/2023).
Pertamina, kata Salyadi, memberikan mandat kepada PT Pertamina International Shipping (PIS) selaku Sub Holding Integrated Marine Logistics yang selama ini fokus mengelola terminal energi strategis, untuk mengerjakan dan mengembangkan Jakarta Integrated Green Terminal.
CEO PIS Yoki Firnandi menjelaskan lebih lanjut bahwa persiapan pembangunan Jakarta Integrated Green Terminal telah berjalan, di mana studi awal pengembangan konsep terminal baru ini sudah selesai dilakukan.
Jakarta Integrated Green Terminal rencananya akan dibangun di kawasan yang dikembangkan oleh PT Pelabuhan Indonesia (Persero) (Pelindo) di area Kalibaru, Jakarta Utara. Lokasi yang berada di daerah tepi laut ini memiliki area seluas 64 hektare dan diproyeksi memiliki kapasitas penampungan hingga 6 juta barel.
Tahap berikutnya, PIS berkoordinasi dengan Pelindo akan mulai menyusun studi kelayakan untuk pembangunan Jakarta Integrated Green Terminal. Pembangunan terminal direncanakan berdasarkan perhitungan kebutuhan energi nasional yang akan terus meningkat dan semakin bervariasi selama beberapa tahun mendatang.
Lokasi ini dinilai cukup strategis dan bisa menjadi pintu gerbang ekosistem perdagangan energi atau energy trading melalui koridor Singapura-Indonesia yang memiliki porsi 30 persen sampai dengan 35 persen alur perdagangan global untuk minyak dan LNG.
“Terminal ini sekaligus pelopor yang memasukkan faktor ESG dan konsep karbon netral dalam pembangunan, mulai dari tahap konstruksi hingga operasional. Dari sisi teknologi, terminal ini juga menerapkan sistem digital yang akan membuat pengelolaannya lebih modern dan efisien,” kata Yoki.agk