Kian Mantap Mempercepat Energi Nuklir

oleh -432 views
oleh

Pemerintah semakin serius mewujudkan ambisinya membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Meski tenaga nuklir akan masuk secara bertahap dalam sistem pembangkitan mulai 2039 sesuai dengan peta jalan transisi energi, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah berupaya mempercepat komersialisasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) skala kecil.

Bahkan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) akhir Maret lalu meluncurkan layanan konsultasi perizinan untuk pembangunan PLTN. Tak hanya itu keseriusan ini ditunjukkan dengan terbitnya aturan tentang penetapan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral radioaktif. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengembangkan PLTN untuk mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan, pengaturan mengenai WIUP mineral radioaktif merupakan langkah pemerintah untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). “Barang ini harus diamankan, kalau tidak akan habis karena sering lolos keluar dalam bentuk pasir,” ujarnya di Kementerian ESDM, Jumat (26/5/2023).

Pemerintah memperluas cakupan penetapan wilayah izin usaha pertambangan menjadi enam bagian. Di antaranya WIUP mineral radioaktif, WIUP mineral logam, WIUP batu bara, WIUP mineral bukan logam, WIUP mineral bukan logam jenis tertentu dan WIUP batuan.

Ketetapan tersebut tertulis di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2023 Tentang Wilayah Pertambangan yang ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 5 Mei 2023. Pada Pasal 19, pemerintah provinsi (Pemprov) wajib menaati usulan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang ketenaganukliran untuk menetapkan wilayah usaha pertambangan mineral radioaktif.

“Pemerintah merencanakan pengembangan energi nuklir sesudah 2030, tergantung dengan kebutuhan,” ujar Arifin.

Setidaknya, pada 2032 mendatang operasi komersial PLTN sudah masuk ke dalam jaringan kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Saat itu, kapasitas operasi komersial dari PLTN terpasang diharapkan sudah mencapai 1 gigawatt (GW) hingga 2 GW.

Saat ini, pemerintah tengah merevisi lini masa pemanfaatan nuklir secara komersial yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 Tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Lewat RUEN yang berlaku saat ini, pemanfaatan pembangkit nuklir secara komersial dipatok pada 2039 mendatang secara bertahap. “Ada kemungkinan bisa lebih cepat sesudah 2030 tergantung dengan kebutuhan, kita harus balapan untuk bisa mengurangi emisi karena takut pemberlakuan pajak karbon kita ketinggalan, barang kita tidak kompetitif,” katanya.

Pemerintah menargetkan revisi Perpres yang mengatur ihwal RUEN itu dapat rampung tahun ini untuk meningkatkan investasi di pembangkit nuklir dalam negeri.

Arifin menegaskan, pengembangan pembangkit nuklir dunia saat ini sudah relatif aman dari sisi teknologi dan lingkungan. Ia mencontohkan, terdapat dua reaktor modular kecil atau small modular reactor (SMR) bikinan Rusia yang akan diluncurkan di Turki dan Bangladesh.

Selain itu, pabrikan SMR asal Amerika Serikat (AS) juga ditargetkan bakal mulai meluncurkan reaktor modular kecil di AS dan Romania pada 2029 mendatang. “Nah, kita sendiri kan merencanakannya nanti sesudah 2024,” kata dia.

Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto mengatakan, pemerintah juga tengah berupaya menggeser status nuklir sebagai energi prioritas seperti energi baru terbarukan (EBT) serta fosil yang selama ini jadi penyangga energi domestik. Djoko mengatakan, revisi itu bertujuan untuk membuka setiap potensi sumber energi bersih dengan harga yang lebih kompetitif untuk masuk ke dalam jaringan kelistrikan PLN ke depan. “Iya [bisa masuk grid] targetnya seperti itu, tapi kan ini baru rancangan belum final ya, lebih cepat kan tidak apa-apa,” kata dia.

Saat ini, Indonesia telah menjajaki dua lokasi pengembangan pembangkit nuklir, yakni Kalimantan Barat, dekat dengan lokasi proyek Ibu Kota Negara Nusantara. Selanjutnya, lokasi kedua berada di Pulau Bangka-Belitung. Kedua lokasi itu dipilih lantaran risiko gempa yang rendah, dukungan pemerintah daerah, dan permintaan listrik yang prospektif.

Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara (Minerba), Irwandy Arif menjelaskan, pengajuan penetapan wilayah usaha pertambangan mineral radioaktif dilakukan oleh pemprov kepada pemerintah pusat. Irwandy menambahkan, ada beberapa daerah yang tercatat memiliki potensi sumber daya mineral radioaktif. Di antaranya Kalimantan Barat dan Bangka Belitung.

“Kalau di Bangka Belitung itu ada monasit dan thorium,” kata Irwandy.

Menurut catatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 2019, Indonesia memiliki total sumber daya uranium 81.090 ton dan thorium 140.411 ton. Bahan baku nuklir tersebut tersebar di tiga wilayah, yakni Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. Pulau Andalas memiliki 31.567 ton uranium dan 126.821 ton thorium. Sementara itu, tanah Borneo 45.731 mengandung ton uranium dan 7.028 ton thorium, dan Pulau Celebes memiliki 3.793 ton uranium dan 6.562 ton thorium.

Satu unit Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) berkapasitas 1.000 megawatt membutuhkan 21 ton uranium yang dapat memproduksi listrik selama 1,5 tahun. Dari 21 ton uranium tersebut, emisi atau limbah yang dihasilkan hanya sepertiga.

Pemanfaatan nuklir untuk sektor ketenagalistrikan juga semakin terang setelah Dewan Energi Nasional (DEN) mengumumkan struktur organisasi Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO). Anggota DEN Satya Widya Yudha menjelaskan, NEPIO merupakan organisasi yang dipersiapkan untuk melakukan studi hingga implementasi proyek pembangkit nuklir. Badan ini terdiri dari kelompok kerja (Pokja) yang diisi oleh anggota yang berlatar belakang spesifikasi keilmuan tertentu. Jadi tataran kebijakan menuju proyek nuklir akan diantar oleh NEPIO.

“Jika NEPIO sudah ada Peraturan Presiden (Perpres) maka sudah ada keputusan nasional tentang percepatan pembangunan pembangkit nuklir,” ujarnya.

NEPIO harus segera ada karena pembangunan pembangkit nuklir membutuhkan waktu yang panjang, bisa sampai 6 tahun sampai 7 tahun untuk persiapan hingga on stream. Salah satu pertimbangan utama sebelum menggunakan nuklir ialah kondisi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Jika pertumbuhan ekonomi tinggi, otomatis kebutuhan energi akan semakin besar.

Di dalam skenario DEN yang nantinya akan diumumkan, ada dua skenario pertumbuhan ekonomi di 2060 yakni 5,2% dan 5,9%. Jika pertumbuhan ekonomi di 5,2% maka kebutuhan energi baru dan energi terbarukan (EBET) akan mencapai 60% dari energi primer. Sedangkan jika pertumbuhan ekonomi 5,9% maka EBET yang diperlukan sebanyak 61%.

Lewat skenario ini, ketika pertumbuhan ekonomi naik, demand listrik meningkat, maka dibutuhkan energi bersih yang bisa mendukung permintaan tersebut.“Nuklir dipilih karena bisa beroperasi 24 jam sehingga energinya lebih stabil,” terangnya.
Salah satu teknologi yang menjadi sorotan DEN, yakni Small Modular Reactor (SMR). Satya menilai, reaktor nuklir dengan kapasitas kecil yakni 20 Megawatt (MW) hingga 40 MW tidaklah rawan. “Ini bisa ditempatkan di pulau-pulau terisolasi,” ujarnya.

Maka itu tidak menutup kemungkinan, lanjut Satya, program penggantian Pembangkit Bertenaga Diesel (PLTD) di daerah terpencil bisa menggunakan reaktor nuklir dengan kapasitas kecil.

Perihal keekonomian harga listrik dari pembangkit nuklir, Satya menjelaskan, jika menggunakan teknologi baru diharapkan harga listriknya bisa kompetitif dibandingkan batubara.

Ia mengungkapkan, selama ini batubara tidak memasukkan faktor eksternalitas seperti emisi dan kerusakan lingkungan dalam perhitungan harga listrik.

“Jadi kalau dibandingkan energi baru dengan energi fosil harus dimasukkan faktor kerusakan lingkungan. Sampai saat ini energi fosil belum ada faktor eksternalitas,” katanya.

Jika faktor eksternalitas ini dimasukkan ke dalam formula perhitungan harga listrik batubara, kelak harganya baru bisa disandingkan dengan listrik dari energi baru energi terbarukan (EBET).

Sementara Chief Operating Officer PT ThorCon Power Indonesia Bob Effendi mengatakan, pemerintah disebut telah memasukkan nuklir dalam peta jalan interkoneksi hingga 2060 mendatang. dalam peta jalan untuk menyambungkan lima area utama kelistrikan di Indonesia atau yang dikenal dengan istilah super grid. Pemerintah disebut telah memasukkan energi nuklir sebagai salah satu sumber energi baru dan terbarukan.

Bob mengatakan, dalam interkoneksi super grid Indonesia pada 2060, nuklir akan berkontribusi sekitar 32 gigawatt (GW) dalam bauran energi. “Menteri ESDM berencana 6 GW di Sumatra, dan 26 GW di Kalimantan dari pembangkit listrik tenaga nuklir,” ujarnya dalam unggahan Twitter pribadinya yang dikutip pada Sabtu (28/1/2023).

Gandeng AS-Korsel
Langkah cepat mewujudkan PLTN ini, dengan menjalin kerja sama pengembangan nuklir yang melibatkan empat negara, yakni Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, dan Korea Selatan. Rencananya, mereka akan mendirikan PLTN berteknologi Small Modular Reaktor (SMR) berkapasitas 77 megawatt di Kalimantan Barat. Rencana kerja kemitraan ini sebelumnya telah ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Sung Y. Kim. Seremoni tersebut juga melibatkan Wakil Asisten Utama Menlu AS Ann Ganzer, dan Badan Perdagangan dan Pembangunan AS atau USTDA pada 18 Maret lalu.

Di bawah perjanjian ini, USTDA telah memberikan hibah senilai 1 juta dollar AS kepada PLN Indonesia Power sebagai pendanaan untuk penilaian kelayakan teknis. PLN Indonesia Power selanjutnya menggandeng perusahaan perancang reaktor modular nuklir mini asal AS dan Jepang, yakni NuScale Power dan JGC Corporation untuk melakukan pendampingan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan kendati Indonesia sudah membentuk aliansi kerja sama, PLTN skala kecil itu belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat. Indonesia harus lebih dulu menunggu pembangunan dan operasional PLTN SMR di AS dan Rumania pada 2029. “Terkait pembangunan di Indonesia, masih harus menunggu PLTN ini dibangun dan beroperasi secara komersial di negara lain. Jadi dari sisi waktu pembangunan untuk Indonesia, ya setelah 2030,” ujar Dadan, Selasa (16/5/2023).

Sebelumnya Direktur Sumber Daya Energi, Mineral, dan Pertambangan Kementerian PPN (Bappenas) Nizhar Marizi berpendapat, pembangunan PLTN memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan pembangunan pembangkit listrik lainnya. Kelebihan tersebut yaitu hanya membutuhkan area yang kecil, pembangunannya yang fleksibel karena dapat dibangun dalam skala kecil maupun skala besar, dan memiliki biaya operasional yang rendah.

“Penggunaan dan pembangunan energi nuklir sebagai pembangkit akan mulai beroperasi tahun 2035, dan operasi PLTN skala besar dan komersial dicanangkan tahun 2040-2045,” kata Nizhar, dalam diskusi bertajuk Pro-Kontra Penerapan Energi Nuklir Sebagai Sumber Energi yang Andal dan Bersih dikutip Jumat (17/3/2023).

Namun, dalam pembangunan PLTN terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti industri pendukung, pengolahan limbah nuklir, penambangan uranium, kualitas sumber daya manusia hingga survey kelayakan. Pengolahan limbah nuklir yang juga menjadi salah satu fokus masalah implementasi pembangkit nuklir. Limbah energi nuklir terbagi menjadi tiga jenis, yakni limbah nuklir dengan aktivitas tinggi, menengah, dan rendah, dimana risiko yang paling berbahaya adalah berasal dari aktivitas tinggi yang berasal dari bahan bakar bekas.

Sementara staf pengajar Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika, Universitas Gadjah Mada, Yudiutomo Imardjoko mengatakan, pembangunan PLTN harus memiliki tingkat keamanan yang ekstra tinggi. Hal ini dapat dilakukan dengan teknologi, salah satunya, yakni Artificial Intelligence (AI) yang dapat mengurangi kontrol dari manusia dan mengatasi bencana yang kemungkinan terjadi.

“Sebenarnya, terdapat sebuah teknologi yang dapat dikembangkan dari limbah nuklir dan dimanfaatkan untuk bidang kesehatan, pertanian, industri. Namun, teknologi ini masih memiliki biaya yang sangat tinggi,” kata Yudiutomo. .agung kusdyanto, kdt,ktn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.