Produsen minyak dan gas (migas) benar-benar menikmati dampak efek domino dari perang Rusia dengan Ukraina. Bagaimana tidak, harga migas, khususnya minyak mentah dunia langsung melejit, setelah kedua negara tersebut “beradu senjata”. Sudah barang tentu hal ini, merupakan “berkah” bagi produsen minyak dan menjadi masalah bagi negara importer minyak. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Ini sebenarnya menjadi momentum untuk untuk menggenjot investasi migas. Mengapa? Karena harga minyak dunia cukup menggiurkan.
Seperti kita ketahui, harga minyak belakangan ini terkerek di atas 100 dollar AS per barel. Dengan kenyataan ini, menyebabkan terkereknya pula harga Indonesia Crude Price (ICP) atau indeks minyak mentah Indonesia sebesar 17,78 dollar AS per barel dari semula95,72 dollar AS per barel menjadi 113,5 dollar AS per barel.
Dengan kenaikan harga minyak tersebut, sudah seharuanya ditangkap oleh SKK Migas sebagai momentum dengan mendorong KKKS untuk melakukan investasi yang lebih agresif, serta mendorong KKKS untuk melaksanakan programnya lebih awal sejak awal tahun.
Seperti diketahui, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mentargetkan investasi untuk sektor hulu migas 2022 mencapai 13,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 189 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS), naik 23,4% dari realisasi investasi migas 2021 yang mencapai 10,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 153 triliun. Investasi tersebut diperlukan untuk meningkatkan produksi migas pada tahun ini dan juga sebagai salah satu upaya mengejar target produksi minyak 1 juta barel minyak per hari (bph) dan 12 miliar standar kaki kubik per hari (BCFD) pada 2030.
Target investasi 13,2 miliar dollar AS pada 2022 ini terdiri dari 8,4 miliar dollar AS untuk aktivitas produksi, lalu untuk kegiatan eksplorasi 1 miliar dollar AS. Kemudian, investasi untuk sumur pengembangan 2,9 miliar dollar AS dan sisanya untuk administrasi sekitar 900 juta dollar AS. Di 2022 investasi hulu migas ditargetkan 13,2 miliar dollar AS, maka butuh effort besar dan harus ada kenaikan kegiatan di eksplorasi dan development, di samping tentu saja production.
Target investasi tersebut, sungguh cukup menarik kalau kita bahas setelah harga minyak melejit. Tidak menutup kemungkinan target tersebut bisa dicapai. Pasalnya, komoditas tersebut sedang “naik daun” di pasaran dunia. Harga minyak yang sebelumya “kurang menarik” karena gaung energy terbarukan, kini harganya melejit dan merepotkan banyak negara. Terutama negara-negara pengimpor minyak.
Deputi Operasional SKK Migas, Julius Wiratno mencatat, saat ini beberapa KKKS melakukan pembahasan mengenai penambahan program kerja. “Ada beberapa KKKS yang sedang melakukan pembahasan untuk review dan evaluasi tekno-ekonomis untuk menambah program kerja, khususnya work over dan well service dengan memanfaatkan peluag harga migas yang terdongkrak naik saat ini,” terang Julius, Jumat (8/4/2022), seperti dikutip bisnis.com.
Saat ini beberapa KKKS melakukan pembahasan mengenai penambahan program kerja. “Ada beberapa KKKS yang sedang melakukan pembahasan untuk review dan evaluasi tekno-ekonomis untuk menambah program kerja, khususnya work over dan well service dengan memanfaatkan peluag harga migas yang terdongkrak naik saat ini,” terang Julius, Jumat (8/4/2022).
Menurut Julius, masalah fiskal masih menjadi batu sandungan bagi perkembangan investasi hulu migas di Indonesia. “Kendalanya terutama fiscal arrangement, ini yang masih kita perlu perbaiki, dengan melihat kompetisi di negara lain,” tutur Julius.
Meski demikian, dengan menariknya harga minyak dunia ini sudah pasti investasi hulu migas masih tetap menarik di masa mendatang. Sekarang yang terpenting, bagaimana Indonesia memanfaatnya peluang melonjaknya harga minyak dunia, selanjutnya untuk menjadikan peluang masuknya investasi migas yang besar. Semua tergantung kepada kita semua. Investor akan datang, bahkan berduyun-duyun bila investasi yang kita tawarkan benar-benar membuat mereka tertarik. Terutarama terkait dengan fiscal, periziban hingga kenyamanan berinvestasi.
Sekali lagi, ini merupakan momentum untuk siapa saja, termasuk Indonesia dengan naiknya harga minyak dunia, memberikan sinyal bahwasanya energi fosil, tidak begitu saja bisa dihapus diganti dengan energi biru. Menuju ke energi biru (bersih) tidak begitu saja terjadi, seperti membalikkan telapak tangan, tetapi membutuhkan teknologi dan investasi yang tak sedikit pula. *