JAKARTA I GlobalEnergi.co – BPH Migas akan mengeluarkan peraturan baru yang mewajibkan badan usaha pemegang izin usaha niaga umum penyalur bahan bakar minyak (BBM) untuk membangun SPBU di luar Jawa serta menyalurkan BBM di wilayah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Aturan itu akan dikeluarkan untuk membangun kesetaraan terhadap badan usaha.
Dikutip dari CNBC Indonesia, Senin (1/2/2021), anggota Komite BPH Migas Muhammad Ibnu Fajar mengatakan, badan usaha harus diperlakukan sama oleh regulator dalam hal ini BPH Migas. Selama ini, pembangunan SPBU dan penyaluran di wilayah 3T hanya dilakukan PT Pertamina (Persero).
“BPH Migas akan keluarkan aturan dalam kesetaraan menanggung beban salurkan BBM ke wilayah tertinggal. Selama ini kita ketahui hanya dilakukan Pertamina. Peraturan ini nanti akan mengatur hal tersebut,” ungkapnya.
Ia mengatakan, di sektor batu bara ada aturan terkait kewajiban pemenuhan kebutuhan batu bara untuk kepentingan domestik atau biasa disebut dengan istilah Domestic Market Obligation (DMO). Dia bilang, untuk bidang penyaluran BBM bisa dibuat aturan serupa meski memakai istilah yang berbeda.
Aturan yang akan dibuat dalam konteks penyaluran BBM untuk kepentingan wilayah 3T tersebut nantinya disebut Remote Market Obligation (RMO).
“Kalau ingat sektor batu bara ada DMO, yang ini kita akan buat serupa tapi tak sama, yakni RMO atau Remote Market Obligation,” tuturnya.
Melalui aturan ini, maka menurutnya semua badan usaha diminta kontribusinya untuk menyalurkan BBM di wilayah 3T. Berdasarkan data BPH Migas, menurutnya ada 141 perusahaan yang berniaga di Indonesia, termasuk Pertamina.
“Sebanyak 141 badan usaha yang menyalurkan 70 juta kilo liter (kl) per tahun, bisa ambil 1% saja sudah cukupi wilayah 3T,” ujarnya.
Sebagai informasi, badan usaha pemegang izin usaha niaga umum BBM seperti PT Pertamina (Persero), PT Shell Indonesia, PT Total Oil Indonesia, dan PT AKR Corporindo Tbk.agk,cnbc