Selamat Jalan, Sang Pengawal Energi

oleh -255 views

Oleh: Erfandi Putra
Pemred Global Energi

Tanggal 5 Agustus 2021 akan menjadi catatan tersendiri bagi seluruh karyawan PT Prima Nadia Gravia, perusahaan yang menerbitkan Majalah Global Energi. Waktu itu, saya hanya berdua dengan Agung Kusdyanto (Redaktur Pelaksana Majalah Global Energi), di kantor. Karyawan lainnya sedang Work From Home (WFH). Pada Pukul 14.02, Kamis 5 Agustus 2021, sahabat Ibrahim Hasyim, Surya Darma, Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), WhatsApp (WA) saya. Isinya, “Sahabat kita Ibrahim Hasyim berpulang ke Rahmatullah, pada 5 Agustus 2021, pukul 13.10 . Terkejut dan sedih membaca WA Surya yang sama-sama dari Aceh dengan almarhum. Saya kabarkan berita duka itu kepada Agung Kusdyanto yang duduk tak jauh dari meja saya. Raut mukanya tersirat sedih mendengar berita duka ini.

Saya pun tak kuasa melihat dan membacanya isi WA Surya Darma selanjutnya. Hanya sampai membaca pada kalimat….Ibrahim Hasyim telah berpulang……. Tak terasa beberapa butir air mata menetes. “Ya Allah, saya bersaksi Ibrahim Hasyim adalah orang baik. Ampunilah semua dosanya, dan terimalah semua amalannya. Masukkan almarhum dalam surgamu Ya Allah. Aamiin,” kata saya pelan. Saya pun “malas” melanjutkan mengetik berita untuk terbitan Agustus 2021 atau edisi ke-117. Kami berdua hanya membisu. Lalu, saya kabarkan berita duka ini kepada seluruh karyawan di grup WA Global. Semuanya mengucapkan duka yang mendalam.

Sebelumnya. lebih sebulan saya “mengikuti” perkembangan kesehatan almarhum. Pada 26 Juni 2021, saya masih bisa berkomunikasi melalui WA dengan Ibrahim Hasyim (Pimpinan Umum Majalah Global Energi) kami. Isinya soal humor Gus Dur. Beliau membalasnya dengan gambar orang yang ketawa. Tujuan saya mengirim WA tersebut, supaya beliau ketawa dan ujung-ujungnya agar imunnya kuat. Waktu itu saya beranggapan Ibrahim Hasyim sehat-sehat saja. Hanya saja, saat saya WA lagi pada 2 Juli 2021, beliau tak membacanya. Saya ulangi lagi pada 9 Juli hanya untuk sekadar mengucapkan, “Semoga Bapak Bersama Keluarga Sehat-sehat”. Ini pun juga belum terbacakan.

Tak seperti biasanya. Sebelum-sebelumnya setiap saya WA, beliau selalu membalasnya. Saya mulai “curiga”. Jangan-jangan bapak sakit. Karena penasaran, saya WA Surya Darma, pada 10 Juli. Surya malah menanyakan ke saya tentang keadaan Ibrahim Hasyim, karena sudah lebih seminggu Ibrahim Hasyim tidak aktif di grup WA. Pada 12 Juli, Surya mengabarkan bahwasanya Ibrahim Hasyim sakit, tetapi tidak menjelaskan sakit apa.

Pada 17 Juli, Surya WA saya lagi, bahwa Ibrahim Hasyim membutuhkan donor darah golongan O+ sebanyak 4 kantong. Lalu pada 5 Agustus, pukul 14.02, Surya mengirim WA. Isinya, Ibrahim Hasyim berpulang ke Rahmatullah, pada pukul 13.10.

Sebelumnya, pada 17 Juli, saya memberanikan diri WA ke Linda Ibrahim, puteri satu-satunya Ibrahim Hasyim, menanyakan keadaan bapak. Selanjutnya, WA dengan Linda Ibrahim saya lakukan lebih intens, karena dia yang mendampinginya dari waktu ke waktu. Pada 5 Agustus 2021, pukul 21.02, Linda Ibrahim WA saya, mengabari berpulangnya Ibrahim Hasyim dalam keadaan negativ covid-19. Linda sambil mengucapkan mohon maaf, karena terlambat mengabarinya. Saya pun menyadari, karena kepergian ayahandanya sudah barang tentu membawa kesedihan mendalam baginya. Linda juga mengabari bahwasanya almarhum akan dimakamkan di San Diego Hills (Garden Benefaction, Mansion Fitra, Suite No. E..BF.FT.SB.M39. Space No.8), pada Jumat 6 Agustus 2021, pukul 10.30 WIB.

Kegigihan dan Enerjik
Siapa pun yang mengenal Ibrahim Hasyim, pasti dia mengatakan,” Orang itu baik,”. Tidak hanya baik, tetapi selalu memberikan motivasi untuk kemajuan. Almarhum juga dikenal selalu membantu orang dengan caranya sendiri. Biasanya memberikan kailnya. Juga bisa memberikan bantuan langsung bila hal itu diperlukan.

Salah satunya, yakni seorang dosen yang bertitel doktor di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya. Saat saya mengantarkan buku karangan beliau yang terakhir, “Arah Bisnis Energi”, pada April 2020 sang dosen tersebut mengatakan kepada saya,”Bapak Ibrahim Hasyim sangat membantu saya pada sejumlah penelitian yang saya kerjakan. Juga termasuk membantu saya dalam meraih gelar doktor saya,” kata sang dosen waktu itu.

Dosen ITS lainnya juga bercerita.” Dia (Ibrahim Hasyim) itu kalau di kelas memang murid saya. Hanya saja, kalau di luar kelas, saya menghormatinya, karena usianya memang lebih tua dari saya. Kadang, saat diskusi sesuatu bersama saya, almarhum membuat saya terperangah. Daya nalarnya luar biasa. Dia cerdas,” kenang sang dosen tersebut.

Siapa yang tak bangga dan terperangah bila bertemu Ibrahim Hasyim, Doktor Bidang Perkapalan dari Institut Teknologi Surabaya (ITS) pada 2007 ini. Gagah. Ganteng. Ramah, dan selalu bersahaja. Saya mengenalnya sejak beliau bertugas di Surabaya. Tepatnya sebagai Pimpinan Wilayah Pertamina PMS V (Jatim, Bali, NTB, NTT, Timtim ) yang berkedudukan di Surabaya mulai 6 Agustus 1997 – 31 Oktober 1999.
Waktu itu, saya sebagai wartawan Surabaya Post bidang energi. Pertama kali melaksanakan jumpa pers, saya sudah kagum melihatnya. Gaya bahasanya yang runtut, penampilan bak pemain sinetron, karena memang ganteng orangnya. Tutup cerita, wawancara atau jumpa pers dengan Ibrahim Hasyim memang selalu “ditunggu”. Alasannya, selain orangnya enak, materi beritanya rata-rata baru dan menarik.

Waktu Ibrahim Hasyim bertugas di Surabaya, Pertamina berhasil membangun SPBU di Jl. Jemursari, Surabaya yang dilengkapi dengan tempat pendidikan bagi calon tenaga kerja di SPBU. “Ini yang pertama di Indonesia, di mana SPBU dilengkapi dengan gedung pendidikan (semacam kursus dan diklat) tempat mendidik tenaga kerja di SPBU,” kata Ibrahim Hasyim kala itu.

Suatu hal lagi yang tak kalah pentingnya, yakni kedisiplinan beliau. Ibrahim Hasyim sangat menghormati waktu. Dapat dikata hampir setiap acara yang diselenggarakan oleh Pertamina PMS V, waktu itu berjalan tepat waktu. Jumpa pers misalnya, almarhum selalu tepat waktu. Pernah pada suatu acara jumpa pers, saya datang terlambat. Meski hal itu hanya sekitar 7 menit, tetapi Ibrahim Hasyim dan sejumlah wartawan menunggu saya untuk memulai acara jumpa pers tersebut. Setelah saya datang dengan agak malu-malu, karena semua wartawan dan nara sumbernya sudah siap.

Apa yang dikatakan Ibrahim Hasyim kepada saya waktu itu? “Ini gara-gara kau. Semua menunggu. Andai dibalik, kamu yang menunggu, bagaimana perasaanmu,” kata Ibrahim Hasyim tersenyum. Saya pun malu. Peristiwa itu benar-benar membekas pada diri saya. Pelan-pelan akhirnya saya harus menghargai waktu seperti yang dicontohkan Ibrahim Hasyim. Selanjutnya, saya pun berusaha datang ke acara liputan yang terencana seperti seminar hingga jumpa pers, untuk datang 5 menit sebelum acara dimulai. Ibrahim Hasyim memberikan pelajaran tak langsung kepada saya waktu itu dalam hal menghargai waktu.

Waktu pun terus berjalan. Prestasi Ibrahim Hasyim di PT Pertamina terus moncer. Selanjutnya, orang yang saya kagumi itu, ternyata berada satu tim bersama saya, yakni di Majalah Global Energi. Beliau sebagai Dirut dan Pemimpin Umum di Majalah Global Energi sejak Desember 2011 hingga beliau berpulang pada 5 Agustus 2021. Sementara saya sebagai Pemimpin Redaksi sejak Desember 2011 hingga saat ini.

Selama bersama Ibrahim Hasyim di Global Energi, banyak pelajaran yang saya dapatkan dari beliau. Dari persoalan kehidupan hingga pengetahuan soal energi. Beliau selalu menanamkan kepada kami suatu kebenaran dalam menulis berita. Terutama kejujuran. Beliau meminta kepada seluruh awak media untuk menulis apa adanya dan harus mempunyai arah. Jangan asal menulis memenuhi halaman.

Meski demikian, ada pertanyaan di lubuk hati ini. Ada yang saya “kurang mengerti”, mengapa pada usia 71 tahun (15 Maret 1950 – 5 Agustus 2021), kok kondisinya Ibrahim Hasyim tetap prima. Kok tak pernah capek ke sana dan ke mari. Kok tak pernah lelah memikirkan ini dan itu.

Suatu ketika, sekitar penghujung 2019 saat Ibrahim Hasyim berada di kantor Global Energi (Surabaya) saya memberanikan diri bertanya kepada yang bersangkutan menyangkut masih primanya kondisi badannya. “Saya iri ke bapak. Usianya sudah tua, tetapi kok masih bugar dan lincah. Apa rahasianya?” kata saya.

Ibrahim Hasyim langsung menjawabnya, “Saya tak pernah membenci orang. Saya tak pernah membuat repot orang. Saya ingin selalu membantu orang. Pokoknya hidup ini harus berguna bagi orang lain. Jangan lupa olah raga dan makan yang benar. Oh…iya, saya setiap pagi minum susu yang disiapkan istri saya. Kalau ditanya apa mereknya, saya tak tahu. Pokoknya susu disediakan istri setiap pagi, langsung saya minum,” kata penggemar olahraga atletik, golf, dan sepeda tersebut, waktu itu.

Kalau Ibrahim Hasyim ke Surabaya dari Jakarta, tidak jarang saya menjemputnya di Bandara Juanda, Surabaya. Di tengah perjalanan, pernah saya bertanya kepada beliau. Apakah bapak sedari kecil memang mempunyai cita-cita menjadi ahli energi? Pertanyaan yang saya lontarkan sekitar tahun 2018 itu dijawab oleh beliau, “Sebenarnya tidak juga. Saya waktu kecil pernah bermimpi untuk menjadi pemain bola. Saya waktu kecil, ya…sampai lepas SMA lah pinginnya jadi pemain sepakbola terkenal,” jawabnya.

Ibrahim melanjutkan, “Sewaktu merantau ke tanah Jawa, cita-cita masih mau menjadi pesepakbola. Di dalam kapal yang membawa saya menuju tanah Jawa, masih membayangkan menjadi pesepakbola terkenal. Suratan berkata lain. Pada awal tahun 1970, saya diterima menjadi mahasiswa di AKA-Migas, Cepu,” katanya waktu itu.

Di AKA-Migas itu, kata Ibrahim Hasyim, melanjutkan ceritanya, dirinya total mengikuti kuliah. Angan-angan menjadi pesepakbola mulai “dikesampingkan”. Meski demikian, sepakbola tetap menjadi hobinya. “Sejak menginjakkan kaki di kampus tersebut, saya sudah berkata dalam hati, saya harus berhasil. Tidak hanya berhasil lulus, tetapi harus ke puncak dan bermanfaat bagi masyarakat dan negara,” katanya.

Janji itu memang telah ditepatinya. Di Pertamina, setelah berkarir selama 37 tahun dengan golongan gaji tertinggi Pembina 4. Kemudian dipilih oleh DPR dan diangkat oleh Presiden RI sebagai anggota Komite Badan Pengatur Hilir MIGAS periode 2007 hingga 2011, lalu dipilih kembali untuk periode 2011 hingga 2016 (diperpanjang oleh keputusan Presiden RI maksimal selama 1 tahun) .

Sementara tanda jasa yang diperoleh atas pengabdian selama beberapa dekade di bidang energi nasional, yaitu: Karya Patra Utama (2000) dari Dirut Pertamina, Satya Lencana Wira Karya (2002) dari Presiden RI atas keberhasilannya mempertahankan Pertamina di Timor Timur (kini negara Timor Leste) dan Darma Karya Energi dan Sumber Daya Mineral dari Menteri ESDM tahun 2014.

“Bukan ngecap. Hingga saat ini, pangkat yang paling tinggi di PT Pertamina, saya yang ‘memegangnya’. Ini bukan berarti saya sombong. Saya hanya ingin ini menjadi insprirasi bagi yang lain saja. Terutama para yunior saya di Pertamina. Bahwasanya, sesuatunya itu harus dikejar dengan serius, dan harus bermanfaat bagi orang lain,” katanya.

Semua Mengakuinya
Ibrahim Hasyim memang menjadi salah satu fenomena tersendiri dalam pertemanan, di lingkungan kerja hingga di lingkungan keluarga. Ibrahim Hasyim merupakan teman yang selalu mencari jalan keluar bila ada temannya atau pun anak buahnya berada dalam kesulitan. Ibrahim Hasyim, merupakan teman yang selalu mengajak untuk kebaikan. Karena itu, pada saat digelar “Doa Bersama & Mengenang Kehidupan DR Ibrahim Hasyim SE MM”, secara virtual, Jumat (13/8/2021) pukul 19.30 dan berakhir hingga kisaran 23.00, hampir semua yang mengikuti acara ini sebanyak 167 orang itu mengatakan, bahwasanya: “IBRAHIM HASYIM ADALAH ORANG YANG BAIK”.

Ibrahim merupakan tokoh nasional di bidang energi. Ibrahim Hasyim dinilai sebagai tokoh yang tak pernah lelah berfikir dan memperjuangkan soal ketahanan energi nasional. Malah Baihaki Hakim, mantan Dirut Pertamina (2000-2003) pada acara tersebut mengatakan, almarhum yang menjadi anak buahnya itu memang selalu berfikir energi. Hari-harinya, “hanya” digunakan berfikir kemajuan energi, khususnya minyak dan gas (migas).

Lalu Baihaki Hakim bercerita, “Sewaktu saya menjabat Dirut Pertamina, Ibrahim saya tugaskan di Pertamina Shipping. Lalu, Ibrahim Hasyim menghadap saya, dan mengatakan ini bukan bidang saya bapak. Bidang saya lebih tepat di marketing. Dia menolak, karena bukan bidangnya. Saya katakan pada beliau bahwasanya ini merupakan tantangan. Nyatanya, Ibrahim Hasyim berhasil di Pertamina Shipping. Dia memang pinter. Mau belajar, dan penuh inovasi,”

Ibrahim Hasyim bertindak. Tidak asal berkata. Sebagian besar hidupnya telah diabdikan untuk ikut membesarkan Pertamina . Baihaki Hakim juga mengatakan, pemikiran almarhum tidak hanya dituangkan dengan berbagai inovasi untuk kemajuan energi di dalam negeri, tetapi almarhum terus menulis ide-idenya dalam bentuk buku. Setidaknya buku karangan Ibrahi Hasyim seperti berjudul Bunga Rampai Subsidi BBM dari Dulu sampai Sekarang, Mengapa Pertamina Ada di Timtim, Siklus Krisis di Sekitar Energi, DR Ibrahim Hasyim 40 Tahun Bergelut Energi: BBM Kapan Selesai, dan Memoar Akademi Migas: Toekang Migas Menembus Batas hingga Arah Bisnis Energi.

Tidak itu saja, almarhum juga sebagai Pimpinan Umum Majalah Global Energi sampai sekarang. Hingga akhir hayatnya, pekerjaan tersebut belum berhenti. Di bagian akhir Baihaki Hakim meminta kepada kita semua agar merawat warisan almarhum, yakni Majalah Global Energi. Satu-satunya warisannya yang terus berjalan sampai saat ini. Ini tanggungjawab kita semua untuk melestarikannya.

Melestarikan GE
Kini kami (majalah Global Energi—GE) sudah “ditinggal” oleh almarhum DR. Ibrahim Hasyim SE.MM. Memang berat. Meski demikian, kami akan terus berusaha untuk menjaga “warisan” almarhum ini. Kami akan menjaga eksistensi majalah ini yang oleh almarhum diinginkan untuk menjadi media rujukan para pengambil keputusan.

Persoalan energi memang selalu menjadi perhatiannya. Tidak hanya berpredikat sebagai Pimpinan Umum Majalah Global Energi, almarhum juga kerap menjadi nara sumber berbagai media. Baik televisi, cetak hingga media online.
Almarhum juga kerap menjadi pembicara di berbagai seminar hingga webinar yang mengupas persoalan energi. Terutama sektor hilir. Tak salah kalau kita mengatakan, almarhum sebagai salah satu pengamat energi nasional. Dalam hal energi, beliau memang komitmen tinggi. Ini juga ditandai sejumlah buku karangannya yang diminati masyarakat.

Terakhir dia meluncurkan buku energi dengan judul “Arah Bisnis Energi” dengan penerbit Kompas, pada Februari 2020. Buku ini cukup laris di pasaran, karena memang cukup bagus. “Buku Arah Bisnis Energi ini, bagus sekali. Mengapa? Karena data-datanya lengkap dan akurat,” kata Faisal Basri, pengamat ekonomi nasional, pada peluncuran buku tersebut di Hotel Patrajasa, Jakarta.

Almarhum berkali-kali mengatakan, persoalan kelangsungan energi tak hanya bicara tentang pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Produksi dan pengelolaan energi juga tak lepas dari peran pengusaha. Dalam buku tersebut, almarhum menyampaikan bahwa kebijakan pemerintah menentukan keputusan investasi para pengusaha. Itulah mengapa selama bertahun-tahun, pemerintah terus menggodok peraturan, sehingga investasi energi di Indonesia lebih diminati.
Perhatiannya kepada energi nasional, juga bisa dibuktikan dengan jabatan almarhum di Majalah Global Energi, yakni sebagai Pemimpin Umum. Melalui majalah ini, almarhum terutama melalui “Salam Redaksi” tidak henti-henti menyuarakan pentingnya ketersediaan energi.

Waktu itu, di hadapan para awak redaksi, menjelang terbit perdana Majalah Global Energi, Ibrahim Hasyim mengingatkan, persoalan energi menjadi persoalan kita semua. Energi menjadi penentu arah perjalanan bangsa Indonesia berikutnya. Kebutuhan energi di sebuah negara akan sangat bergantung dari langkah yang diambil pemerintah, industri dan masyarakatnya.

Ketersediaan energi bagi suatu bangsa, katanya, adalah persoalan hidup dan mati. Ini dibuktikan tak sedikit peperangan yang terjadi, tidak terlepas dari persoalan perebutan sumber energi. Karena itu, pembangunan energi nasional yang dilakukan bangsa ini harus kita kawal.
“Mengawal” mempunyai arti bahwasanya Majalah Global Energi akan terus mengkritisi perjalanan kebijakan pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sendiri dalam mengembangkan dan menggunakan energi.

Kehadiharan Majalah Global Energi, yang diluncurkan pada 11 Desember 2011 itu, dimaksudkan oleh almarhum untuk memberikan lautan informasi dari berbagai persoalan energi. Bagaimana persoalan saat ini, prediksi ke depan hingga kemana arah pembangunan energi negara ini.
Bersama Majalah Global Energi, almarhum mempunyai impian untuk mengawal Kebijakan Energi Nasional hingga 2025. Bahkan hingga 2050 sekali pun.

Kini Ibrahim Hasyim “telah berpulang” mendahului kita. Untuk mengawal perjalanan energi nasional hingga 2025 bahkan sampai 2050 sekali pun, almarhum tidak “kesampaian”. Allah telah “memanggilnya”. Semoga generasi penerus di Global Energi tetap memperjuangkan cita-cita almarhum. Selamat Jalan Ibrahim Hasyim, Sang Pengawal Energi.*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.